Jakarta (ANTARA) -
Dosen Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Gunadarma, Taufiq Effendi memberikan tips untuk meraih peluang karier di luar negeri bagi para disabilitas maupun masyarakat umum.
 
“Mulai lah dengan mencari peluang pengembangan profesionalisme, pertama, peluang internal, itu apa yang kita punya, lalu tawarkan ke orang-orang terdekat di dalam negeri, kemudian gali lah apa yang bisa orang lain tawarkan ke kita (peluang eksternal), dari sana pasti banyak terbuka peluang besar untuk meniti karier di luar negeri,” kata Taufiq pada diskusi yang diikuti secara daring di Jakarta, Sabtu.
 
Webinar dengan tema “Peluang Pengembangan Profesionalitas dan Pengembangan Jenjang Karier bagi Guru dengan Hambatan Penglihatan di Era Merdeka Belajar” digelar oleh Ikatan Guru Tunanetra Indonesia (IGTI) dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional yang jatuh setiap 2 Mei.

Baca juga: IGTI dorong akses pengembangan karir setara-Inklusif guru disabilitas
 
Tips lain yang disampaikan Taufiq, yakni mencari peluang melalui situs beasiswa yang disediakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), pada situs-situs perguruan tinggi, maupun kursus gratis yang ditawarkan dari kampus-kampus dunia.
 
“Biasanya motivasi itu datang dari hal-hal kecil, dulu saya memulainya dengan mimpi kecil ingin naik pesawat, karena belum pernah kan, setelah itu sampai sekarang malah punya kesempatan untuk keliling dunia dengan gratis melalui usaha dan kerja keras yang selama ini saya lakukan,” tuturnya.
 
Peraih beasiswa penuh di Agha University, Inggris, dan University of New South Wales Australia ini juga memaparkan tips agar mendapatkan relasi di lingkungan kampus untuk mendapatkan peluang berkarier di luar negeri, salah satunya memaksimalkan potensi dan keahlian untuk mendapatkan nilai terbaik di bidang yang digemari.
 
Meski dengan segala keterbatasan yang dimiliki, Taufiq tidak ingin disabilitas menghalanginya. Ia menuturkan bahwa kuncinya adalah memaksimalkan potensi setiap mata kuliah yang dipelajari.
 
“Saat kuliah Pendidikan Bahasa Inggris, saya pulang ke kos jam 11-an malam, waktu itu belum ada transjakarta, jadi naik metromini, alhasil, usaha saya pun waktu itu dilihat oleh wakil rektor yang kebetulan juga menjadi dosen pengajar saya. Intinya kalau kita memaksimalkan usaha dan potensi, orang-orang akan melihat, karena setiap kesuksesan akan memiliki efek domino, meskipun kecil akan terus membesar ketika kita memaksimalkan ikhtiar,” paparnya.

Dalam meraih karier di luar negeri, Taufiq mengatakan bahwa hal tersebut tidak sepenuhnya mulus, ia mengalami beberapa hambatan juga sebagai penyandang disabilitas.

Baca juga: BUMN gandeng PPID gelar Indonesia Global Talent Internship

Baca juga: Kepastian karir perlu untuk penyandang disabilitas
 
“Lebih banyak tantangan itu sebenarnya di Indonesia, karena di Indonesia sudah biasa pontang-panting sendiri, di luar negeri iklimnya sudah positif, setiap saya mau coba peluang luar negeri, itu luar biasa responsnya, ditanya butuh apa, langsung dikirim asesmen, kalau naik tangga harus gimana, ada ruang diskusi, ingin tahu langsung dari kita, apa yang kita butuhkan,” katanya.
 
Taufiq juga berpesan kepada anak-anak muda yang sedang mencari karier untuk tidak menyerah jika tidak berhasil pada satu bidang atau ditolak di beberapa perusahaan, dan terus mencari peluang di tempat-tempat lain.
 
“Buat teman-teman yang mengalami kegagalan dan itu besar, jangan berkecil hati, karena masih ada peluang lain. Kalau bukan kita yang berjuang, nggak ada orang lain yang mau berjuang untuk kita. Masa depan kita sendiri itu tidak bisa didelegasikan, jadi buat teman-teman yang masih berjuang, tetap semangat,” ujarnya.

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2023