"Masyarakat jangan takut berobat, karena terapi ini tercover BPJS jika memiliki rujukan dari dokter spesialis rehabilitasi medik," katanya dalam acara diskusi terkait peran terapi okupasi bagi pasien strok yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat.
Endang mengatakan rujukan dapat diperoleh setelah adanya pemeriksaan dan diagnosa dari dokter terkait, setelahnya, pasien dapat dibawa ke klinik yang melayani terapi okupasi untuk mendapatkan terapi lanjutan.
Endang menyebutkan layanan terapi okupasi dapat ditemui di mayoritas rumah sakit besar milik pemerintah di Indonesia yang memiliki instalasi rehabilitasi medik dan neuro restorasi.
"Layanan ini juga terdapat di beberapa rumah sakit swasta dan klinik fisioterapi lainnya," ujar praktisi yang praktik di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RSPON) Mahar Mardjono, Jakarta itu.
Ia juga mengatakan agar masyarakat tidak perlu khawatir karena terapi okupasi tidak memiliki risiko selama dilakukan secara disiplin dan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dimiliki para terapis.
"Kalau tidak disiplin, seperti tertindih ketika tidur kemudian ketika pasien bangun timbul nyeri maka bukan karena efek terapinya, melainkan posisi tidurnya yang kurang tepat," ungkapnya
Terapi okupasi adalah perawatan yang mempunyai tujuan untuk membantu seseorang yang mempunyai keterbatasan fisik, mental, serta kognitif.
Terapi okupasi telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) Nomor 571 Tahun 2008 yang berperan dalam membantu meningkatkan kualitas hidup pasien agar dapat hidup mandiri dengan baik meskipun dengan memodifikasi alat, cara, dan lingkungannya.
Baca juga: Terapis paparkan "Golden Period" agar pasien strok sembuh maksimal
Baca juga: Terapis: Keluarga berperan penting dalam penyembuhan pasien strok
Baca juga: Hoaks! Konsumsi telur sebabkan serangan jantung dan strok
Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2023