Singapura (ANTARA) - Indeks bursa saham di Asia melemah pada awal perdagangan Jumat, tertekan oleh ekuitas China dan Hong Kong karena kekhawatiran atas pemulihan yang tersendat di ekonomi terbesar kedua di dunia, meskipun Nikkei Jepang mencapai puncak hampir 33 tahun.
Indeks MSCI dari saham Asia-Pasifik di luar Jepang tergelincir 0,20 persen, tetapi bersiap untuk mencatat kenaikan 0,19 persen minggu ini.
Saham China merosot 0,61 persen, sementara indeks Hang Seng Hong Kong jatuh 1,8 persen, terseret oleh saham teknologi setelah Alibaba Group Holding Ltd melaporkan kenaikan pendapatan kuartalan sebesar 2,0 persen, lebih rendah dari perkiraan.
Data minggu ini menggarisbawahi bahwa ekonomi China kehilangan momentum pada awal kuartal kedua, memicu kekhawatiran atas pemulihan pasca-COVID-19 yang goyah.
Nikkei Jepang melanjutkan pendakiannya, naik ke level tertinggi sejak Agustus 1990, selama apa yang disebut era gelembung di negara itu.
Perhatian investor telah tertuju pada negosiasi atas plafon utang AS dan meningkatnya harapan bahwa kesepakatan dapat dicapai dengan mengirim saham AS lebih tinggi semalam. E-mini berjangka untuk S&P 500 naik 0,16 persen.
Presiden AS Joe Biden dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kevin McCarthy, Republikan terkemuka di Washington, berharap untuk menyelesaikan kesepakatan tentang plafon utang setelah Biden kembali dari pertemuan Kelompok Tujuh (G7) di Jepang pada Minggu (21/5/2023).
"Apa yang membuat segalanya lebih rumit tahun ini adalah bahwa Demokrat dan Republik sangat terpecah satu sama lain ... negosiasi akan memakan waktu lama karena masing-masing berusaha mendapatkan sesuatu dari negosiasi itu," kata Alexandre Tavazzi, kepala dan riset makro untuk Pictet Wealth Management.
Sementara itu, data semalam menunjukkan lebih sedikit dari perkiraan orang Amerika yang mengajukan klaim pengangguran awal minggu lalu, menurunkan kemungkinan bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga sebelum akhir tahun.
Retorika hawkish dari pembicara Fed berlanjut dengan Presiden Fed Dallas Lorie Logan dan Presiden Fed St. Louis James Bullard mengatakan inflasi tidak cukup cepat untuk memungkinkan Fed menghentikan kampanye kenaikan suku bunga.
Pasar sekarang memperkirakan peluang 36 persen kenaikan 25 basis poin ketika Fed bertemu bulan depan, dibandingkan dengan peluang 10 persen seminggu sebelumnya, alat CME FedWatch menunjukkan.
Fokus sekarang akan beralih ke diskusi panel Ketua Fed Jerome Powell nanti.
Analis pasar ActivTrades, Anderson Alves mengatakan narasi hawkish sangat kontras dengan pesan dari pertemuan Fed pada Mei, yang menandakan rintangan yang tinggi untuk kenaikan di masa depan, sebuah sentimen yang tampaknya tidak dikecilkan oleh Powell selama konferensi pers terakhir.
Di pasar mata uang, yen menguat 0,14 persen menjadi 138,51 per dolar, tetapi mendekati level terendah enam bulan di 138,75 yang disentuh semalam.
Terhadap sekeranjang mata uang, dolar naik 0,077 persen dan terjepit di dekat level tertinggi dua bulan. Euro turun 0,07 persen menjadi 1,0761 dolar, sementara sterling terakhir diperdagangkan pada 1,2391 dolar, turun 0,14 persen.
Yuan di pasar internasional jatuh ke 7,0677 per dolar, terlemah sejak 2 Desember. Para analis memprediksi lebih banyak pelemahan di masa depan dan menunjukkan kebijakan Fed sebagai pendorong yang lebih besar daripada pelemahan ekonomi di dalam negeri.
Minyak mentah AS turun 0,14 persen menjadi diperdagangkan di 71,76 dolar AS per barel dan Brent turun 0,11 persen menjadi diperdagangkan di 75,78 dolar AS per barel. Emas spot juga turun 0,1 persen menjadi diperdagangkan di 1.956,18 dolar AS per ounce.
Baca juga: Pasar Asia bernafas lega di tengah sidang Ueda di parlemen Jepang
Baca juga: Nikkei ditutup turun tajam tertekan kekhawatiran perlambatan global
Baca juga: Saham Asia melemah tertekan kekhawatiran deflasi China dan laba Jepang
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023