Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Bidang Eksternal Abdul Haris Semendawai mengatakan, baik Komnas HAM maupun Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) merupakan lembaga penting dalam pemajuan perlindungan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia.

Hal itu disampaikan dalam diskusi daring "Urgensi Perlindungan Saksi oleh Negara dalam Berbagai Tindak Pidana dan Pelanggaran HAM Berat di Indonesia" yang diselenggarakan oleh Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa (MN KAHMI).

"Kedua lembaga ini dalam khasanah ketatanegaraan kita memiliki peran yang sangat penting, khususnya dalam pemajuan perlindungan terhadap hak asasi manusia," kata Semendawai sebagaimana dipantau secara daring di YouTube Hukum dan HAM MN KAHMI di Jakarta, Kamis.

Dia juga menegaskan kewenangan Komnas HAM untuk melakukan penyelidikan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM berat, yang kerap melibatkan kelompok yang memiliki kekuasaan dan kekuatan, bahkan kekuatan senjata.

Sehingga, kata dia, ketika Komnas HAM akan melakukan penyelidikan atas terjadinya dugaan pelanggaran HAM berat lantas dihadapkan dengan situasi yang tidak mudah.

"Banyak di antara saksi-saksi yang tidak bersedia untuk memberikan keterangan dan lain sebagainya," ujarnya.

Untuk itu, kata dia, diperlukan perlindungan terhadap saksi agar dapat memberikan keterangan dalam penyelidikan dugaan pelanggaran HAM berat oleh Komnas HAM tersebut yang kini diakomodir oleh LPSK.

"Kita bersyukur bahwa sudah ada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Kedua lembaga ini, baik Komnas HAM maupun Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban akan mampu membangun sinergitas," tuturnya.

Dia menyebut bahwa berdirinya Komnas HAM kemudian dianggap sebagai langkah awal mewujudkan perubahan menuju tata kelola negara yang lebih demokratis dan menghormati HAM pada paruh waktu akhir 1990-an, usai perubahan politik dan reformasi di berbagai bidang terjadi di Indonesia.

Sementara itu, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan bahwa LPSK yang berdiri pada 2008 itu dapat dikatakan sebagai anak kandung reformasi

"Karena lahirnya berangkat diawali oleh TAP MPR Nomor VIII Tahun 2001 tentang pemberantasan KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme)," ucapnya.

Dalam urgensi perlindungan saksi, Edwin menyebut negara memiliki kewajiban untuk melindungi saksi selaku warga negara yang memiliki kewajiban memberikan kesaksian, namun memiliki risiko dalam menyampaikan keterangannya secara umum.

Urgensi perlindungan saksi lainnya, kata dia, tumbuhnya kejahatan terorganisir dan terorisme yang kerap disertai intimidasi dan pembalasan terhadap saksi, sehingga menyebabkan terkendalanya proses hukum.

Lalu, berkembangnya konsep dalam membongkar perkara dengan melibatkan tersangka atau pelakunya yang dikenal dengan justice collaborator.

Kemudian, perlunya menyembunyikan atau merahasiakan identitas asli informan, agen penyamar, atau whistleblower dalam membongkar kasus kejahatan-kejahatan serius.

Selain itu, kesuksesan dalam pengungkapan dan penuntutan sejumlah kejahatan ditentukan oleh posisi korban yang akan memberikan testimoni di pengadilan.

"Misalnya pada korban kekerasan seksual. Tentu perbuatan kekerasan seksual itu umumnya terjadi di ruang tertutup, yang mengetahui peristiwa itu hanya korbannya, begitu juga dengan peristiwa KDRT (kekerasan dalam rumah tangga)," kata dia.


Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2023