...harus memperhatikan konstitusi dalam memperlakukan warga Syiah Sampang sehingga persoalannya segera terselesaikan dan tidak berlarut-larut."

Jakarta (ANTARA News) - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai rencana relokasi terhadap pengungsi warga Syiah Sampang ke lokasi baru bukan penyelesaian persoalan.

"Karena relokasi yang akan dilakukan oleh pemerintah setempat bukanlah sebagai upaya untuk mengakhiri persoalan warga Syiah Sampang," kata Direktur Advokasi YLBHI Bahrain dalam siaran pers yang diterima ANTARA di Jakarta, Selasa malam.

Bahrain mengatakan, warga Syiah Sampang ingin kembali hidup layak sebagaimana sebelum adanya kejadian pembakaran dan penyerangan terhadap rumah-rumah dan perkampungan mereka.

Bahrain menegaskan, kehidupan yang layak merupakan hak dasar warga negara yang sudah diatur dalam konstitusi yakni di Pasal 27 ayat (2) UUD 1945.

"Dengan demikian Pemerintah Kabupaten Sampang dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur harus memperhatikan konstitusi dalam memperlakukan warga Syiah Sampang sehingga persoalannya segera terselesaikan dan tidak berlarut-larut," katanya.

Menurut Bahrain, keberadaan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur No. Kep-01/SKF-MUI/JTM/I/2012 tentang Kesesatan Ajaran Syiah merupakan penyebab ketidakjelasan nasib warga Syiah Sampang.

"MUI seharusnya tidak sesukanya mengeluarkan fatwa sesat menyesatkan karena sedikit banyak fatwa MUI seringkali dijadikan dasar sebagian umat yang intoleran untuk melakukan aksi kekerasan terhadap umat yang difatwa sesat," katanya.

Dalam hukum ketatanegaraan, kata Bahrain, kedudukan MUI sekadar organisasi kemasyarakatan, bukan lembaga negara resmi yang berada dalam struktur ketatanegaraan berdasarkan konstitusi UUD 1945 maupun undang-undang.

"Maka sangat tak masuk akal kebebasan hak warga negara dalam beragama direduksi oleh fatwa ulama yang notabene tidak termasuk produk hukum yang mengikat publik," katanya.

Menurut Bahrain, relokasi dan perhatian yang diberikan oleh Pemprov Jawa Timur tidak ada gunanya jika tanpa diiringi dengan pencabutan fatwa MUI, karena secara terus menerus warga Syiah dianggap sebagai pengikut aliran sesat yang harus dijauhi dan pastinya sanksi sosial selalu mengiringi keberadaannya.

"Dengan demikian rencana relokasi ke tempat yang lebih memanusiakan warga Syiah Sampang bisa dipastikan tidak akan terwujud," katanya.

Ia pun mengkritik Gubernur Jawa Timur yang mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 55 Tahun 2012 tentang Pembinaan Kegiatan Keagamaan dan Pengawasan Aliran Sesat di Jawa Timur.

"Pemprov Jawa Timur seharusnya tidak latah dan berpijak kepada amanah konstitusi dalam mengeluarkan kebijakan, karena kedudukan konstitusi merupakan dasar hukum dari segala-galanya di negara Indonesia," katanya.

Menurut Bahrain, dengan adanya Pergub No. 55 Tahun 2012, Pemprov Jawa Timur justru menjadi aktor pelanggaran Hak Asasi Manusia terkait jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan sebagaimana yang telah diatur dalam konstitusi di Pasal 28 E ayat (1), pasal 28 I ayat (1), dan pasal 29 ayat (2) UUD 1945.

Sebagai negara hukum dan demokrasi, tentunya negara harus melindungi segenap warga negara Indonesia karena setiap warga negara tanpa terkecuali mempunyai hak konstitusional yang telah dijamin dan dilindungi dalam menganut dan menjalankan agama serta keyakinannya, kata Bahrain.

Oleh karena itu YLBHI mendesak Menteri Dalam Negeri menganulir Pergub No. 55 Tahun 2012 dan mendesak MUI Jawa Timur untuk mencabut fatwa sesat terhadap penganut Syiah.

YLBHI juga mendesak Pemkab Sampang dan Pemprov Jawa Timur untuk lebih memperhatikan kondisi kemanan, kesehatan, keselamatan, dan jaminan atas kebutuhan hidup para pengungsi warga Syiah Sampang.

"Aparat keamanan agar memberikan jaminan keamanan sepenuhnya kepada pengungsi warga Syiah Sampang," kata Bahrain. (S024/Z002)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013