Pasalnya, pendapatan minyak dan gas yang disertai pajak hanya mencapai Rp300 triliun, tapi dana subsidi energi dalam APBN 2013 mencapai Rp272,4 triliun,"

Surabaya (ANTARA News) - Anggota Komisi VII DPR RI Satya Widya Yudha menegaskan bahwa subsidi energi menghabiskan seluruh pendapatan minyak bumi dan gas (Migas).

"Pasalnya, pendapatan minyak dan gas yang disertai pajak hanya mencapai Rp300 triliun, tapi dana subsidi energi dalam APBN 2013 mencapai Rp272,4 triliun," katanya di Surabaya, Selasa.

"Kebanyakan akademisi tidak paham dengan politik anggaran Indonesia dalam subsidi energi, padahal UU APBN itu sangat rinci dari kerangka dan nominalnya," ujar dia.

Kalau melihat APBN 2013, katanya akan jelas bahwa sebagian besar pendapatan minyak dan gas itu habis hanya untuk subsidi energi yang tidak tepat sasaran.

Ia mengemukakan hal itu dalam Simposium Energi Nasional 2013 yang bertajuk "Pengendalian Subsidi BBM dan Subsidi Listrik Demi Kemajuan Bangsa" yang digelar Ikatan Alumni ITS (IKA ITS) bersama Pusat Studi Energi LPPM ITS di Gedung Pusat Robotika ITS dengan menghadirkan Staf Ahli Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dr Hadi Purnomo dan sejumlah pengamat.

Menurut legislator itu, paradigma yang ada di masyarakat Indonesia saat ini adalah subsidi itu merupakan hak rakyat, sehingga ketika subsidi dikurangi, maka warga negara merasa terambil haknya oleh pemerintah.

"Padahal yang dipikirkan oleh pemerintah adalah bagaimana mengurangi subsidi, lalu dialokasikan untuk menggerakkan perekonomian negara. Alokasi dana tersebut yang kemudian diterapkan sebaik-baiknya dan tepat sasaran," katanya.

Hal itu dibenarkan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Prof Bambang Brodjonegoro PhD. "Subsidi energi akan terus mengganggu karena sebagian APBN mengarah ke sana, kini APBN jadi terancam," katanya.

Menanggapi hal itu, Komite BPH Migas Dr Ibrahim Hasyim SE menjelaskan BPH Migas telah dan akan melakukan beberapa langkah pengaturan, antara lain melakukan penetapan kuota per kabupaten/kota berdasarkan prinsip keadilan.

Pengaturan lainnya adalah penetapan kuota jenis BBM tertentu untuk setiap konsumen pengguna Jenis BBM Tertentu, penataan penyalur jenis BBM tertentu, penyediaan jenis BBM tertentu di daerah terpencil dan melalui sub penyalur, serta penataan infrastruktur lembaga penyalur.

"Perlu adanya peraturan tentang mekanisme pembelian Jenis BBM Tertentu di tingkat penyalur untuk konsumen pengguna sektor usaha mikro, usaha pertanian, usaha perikanan dan pelayanan umum," katanya.

Sementara itu, Staf Ahli Kementerian ESDM Dr Hadi Purnomo menyatakan subsidi khusus untuk energi telah diminimalisasi pada tahun 2013 yakni dana subsidi energi dalam APBN 2013 dialokasikan sebesar Rp272,4 triliun.

"Namun, pengendalian BBM Bersubsidi dan penyesuaian Tarif Tenaga Listrik (TTL) sebesar 15 persen dilakukan secara bertahap, kecuali untuk golongan pelanggan 450 VA dan 900 VA, sebab subsidi listrik itu tetap diprioritaskan bagi konsumen tidak mampu, sedang tarif konsumen lainnya ditetapkan sesuai Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik dan keekonomian secara bertahap," katanya.

Terkait penggunaan energi baru terbarukan, ia mengatakan penggunaan energi baru terbarukan hingga kini masih sedikit sekali, sehingga pemerintah berupaya membangun infrastruktur gas bumi yang cenderung lebih "sustainable" untuk mengatasi masalah tersebut.

Upaya itu didukung Guru Besar Teknik Elektro ITS, Prof Dr Mochamad Ashari. "Saat ini, 27 persen masyarakat Indonesia masih belum memiliki akses terhadap listrik, tapi pembangkit listrik yang ada juga masih menggunakan fosil dengan pemakaian BBM masih cukup tinggi, belum menggunakan sumber energi terbarukan," katanya.

Simposium juga ditandai dengan penyerahan beasiswa untuk 50 mahasiswa ITS yang aktivis atau aktif berkegiatan di organisasi nonakademik oleh IKA ITS. Beasiswa tersebut berlaku untuk satu tahun ke depan.

(E011/I014)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013