Jakarta (ANTARA News) - Keberangkatan lima anggota DPR ke Canberra dan Melbourne, Australia, Senin (12/6), untuk berdialog dengan kalangan pemerintah, parlemen, akademisi, dan gereja di negara itu tentang isu Papua dan hubungan kedua negara bisa meluruskan opini dunia tentang Indonesia. "Kita harus melihat secara obyektif bahwa kehadiran (anggota parlemen) kita di sana dapat membantu menggalang opini publik dunia dan masyarakat Australia sendiri, karena selama ini apa yang dirilis sampai ke Amerika Serikat dan Eropa justru apa yang terucap oleh warga Papua di Australia dan para pejabat Australia secara sepihak tanpa ada perimbangan dari pihak kita," kata Pengamat Intelijen, Wawan H.Purwanto di Jakarta, Jumat. Menurut Wawan, jalinan komunikasi pejabat kedua negara terus membaik setelah Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda dan Alexander Downer bertemu di Singapura belum lama ini. Komunikasi itu dilanjutkan oleh Perdana Menteri John Howard yang menghubungi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Tanpa adanya komunikasi akan seterusnya ada miskomunikasi, dan ini akan dimanfaatkan pihak ketiga untuk memancing di air keruh. Apa yang beredar di masyarakat internasional (tentang isu Papua) tidak sepenuhnya benar dan cenderung didramatisasi, sehingga seolah-olah kucing menjadi macan atau sebaliknya macan menjadi kucing," katanya. Upaya menjaga komunikasi untuk meluruskan opini dunia yang cenderung merugikan Indonesia secara proaktif itu tidak hanya tanggungjawab pemerintah saja, tetapi juga parlemen, tokoh nasional, akademisi dan pers, kata Wawan. Terkait dengan rencana pertemuan Presiden Yudhoyono dan Howard di Batam, akhir Juni ini, ia mengatakan pertemuan kedua kepala pemerintahan itu akan efektif. Dalam kesempatan itu, Indonesia bisa kembali meminta komitmen tulus Australia dalam hubungan bilateralnya dengan Indonesia. Pertemuan di Batam itu adalah yang pertama kalinya terjadi setelah kasus pemberian visa perlindungan oleh Australia kepada 42 warga Papua yang menimbulkan kemarahan Indonesia dan menjadi pemicu ditariknya Dubes Teuku Mohammad Hamzah Thayeb dari posnya di Canberra ke Jakarta. Menurut Juru Bicara Kepresidenan, Dino Patti Djalal, pertemuan pemimpin kedua negara itu merupakan tindak lanjut dari pertemuan Menlu Hassan Wirajuda dan Menlu Australia Alexander Downer di Singapura beberapa waktu lalu serta perkembangan terakhir yang membuat kedua negara kembali berupaya memulihkan hubungan. Dino Patti Djalal menyebut perkembangan yang dimaksud sebagai langkah Australia yang memutuskan tidak memberikan visa kepada satu warga Papua lainnya yang bersama-sama 42 warga Papua mencari suaka ke Australia. "Ada pengumuman dari Pemerintah Australia bahwa `refugee` yang ke-43 tidak diberikan visa. Itu juga cukup membantu mendinginkan suasana," kata Dino. Kelima anggota Komisi I DPR-RI yang berangkat ke Australia bersama tiga wartawan dan Sekretaris delegasi, Suprihartini itu adalah Muhammad AS Hikam (FKB), Yusron Ihza (FBPD), Yuddy Chrisnandi (FPG), Boy M.W. Saul (F-Demokrat), dan Chudlary Syafii Hadzami (F-PP). Selama di Canberra dan Melbourne, mereka dijadwalkan bertemu dengan Perdana Menteri, Menlu, Menteri Imigrasi, Komisi Gabungan untuk luarnegeri dan pertahanan Parlemen Australia, Menlu bayangan, ketua opisisi, tokoh masyarakat sipil dan akademisi, Lowy Institute for International Policy, tokoh gereja, Asia Link, dan masyarakat Indonesia. Sejumlah topik yang akan dibahas kedua pihak adalah penanganan masalah-masalah potensial yang menjadi kendala hubungan kedua negara, dan mencari titik temu dalam menyikapi masalah Papua. (*)
Copyright © ANTARA 2006