Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kebijakan Strategi Kebijakan Luar Negeri Kementerian Luar Negeri Yayan Ganda Hayat Maulana mengatakan bahwa kekuatan menengah (middle power) memiliki kemampuan untuk bermanuver seperti jet tempur dalam hubungan internasional.

“Itu (Middle Power) memiliki kelincahan, kegesitan, memiliki kemampuan untuk bermanuver ‘seperti jet tempur bukan kapal tanker’,” kata Yayan dalam acara peluncuran Jaringan Studi Kekuatan Menengah (MPSN) di Jakarta, Rabu.

Yayan juga mengatakan bahwa sebagai kelompok, kekuatan menengah memiliki kemampuan untuk menggunakan hak pilihan dan menanggapi lingkungan internasional secara kolektif.

“Ini adalah konsep yang kita kembangkan yang disebut ‘multi-alignment in non-alignment’. Indonesia adalah negara non-blok tetapi Indonesia juga multi-blok dengan cara yang berbeda, multi-blok dengan MIKTA dan pengaturan lainnya,” ujar Yayan.

MIKTA adalah forum kerjasama konsultatif yang didirikan pada 2013, merupakan singkatan dari Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki dan Australia, untuk membahas isu strategis global dan kawasan.

Pada kesempatan yang sama, Duta Besar Meksiko untuk Indonesia Armando G. Alvarez mengatakan bahwa MIKTA punya kesempatan besar untuk memanfaatkan peran sebagai pembangun jembatan dalam pembentukan kembali sistem global.

“MIKTA memiliki peluang besar untuk memanfaatkan peran ini sebagai pembangun jembatan untuk mengupayakan konsensus dan mempromosikan serta menciptakan solusi konstruktif untuk membentuk kembali sistem global,” kata Alvarez.

Alvarez menegaskan bahwa MIKTA yang terdiri dari keragaman lima negara dari berbagai daerah yang memiliki sistem politik yang berbeda adalah kelompok yang sangat kuat.

MIKTA adalah kelompok yang sangat kuat, lanjut Alvarez, dengan pondasi yang sangat kuat karena mereka melihat dunia dengan cara yang sama dan mencari solusi serupa untuk masalah global.

Senada dengan Alvarez, Duta Besar Australia untuk Indonesia Penny Williams juga menyetujui bahwa keragaman yang dimiliki oleh MIKTA adalah sebuah nilai.

Williams mengatakan Australia yang merupakan sekutu Amerika Serikat (AS) juga memiliki pandangan yang berbeda dan menjalankan kedaulatan dan kegiatannya sendiri.

“Ini bukan hanya tentang menetapkan aturan dan norma untuk membatasi orang lain, tetapi juga tentang menggunakan hak pilihan kita sendiri, sehingga kita benar-benar memiliki peran sebagai kekuatan menengah,” kata Williams.

Selain itu, pendiri dan juga Ketua Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal mengatakan MIKTA harus memiliki tujuan yang kuat agar berhasil.

“Jika MIKTA benar-benar ingin membuat perbedaan, tujuan yang lebih kuat akan menghasilkan jaringan kerja sama yang lebih kuat,” ujar Ketua FPCI tersebut.

Jaringan Studi Kekuatan Menengah (Middle Power Studies Network/MPSN) adalah sebuah unit jaringan yang diluncurkan oleh FPCI yang terdiri dari cendekiawan, wadah pemikir, dan praktisi dari beberapa negara kekuatan menengah.

Jaringan ini bertujuan untuk mengembangkan kumpulan pengetahuan yang relevan untuk pemahaman yang lebih dalam tentang peran kekuatan menengah dalam hubungan internasional.

Baca juga: Puan bicara soal arsitektur sistem internasional di forum MIKTA
Baca juga: Indonesia terima keketuaan MIKTA dari Turki
Baca juga: Menlu RI: negara MIKTA harus serukan kesetaraan vaksin bagi semua

Pewarta: Cindy Frishanti Octavia
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2023