Jakarta (ANTARA News) - Beberapa orang percaya hujan membawa rejeki, tapi kalau kebanyakan sehingga berbuah banjir bukan rejeki yang diraup, justru rugi.
Ini pula yang dirasakan kebanyakan pedagang di pusat perbelanjaan grosir terbesar Indonesia di Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Kepada AntaraNews, para pedagang mengeluhkan betapa banjir telah merampas keuntungan mereka.
"Toko-toko di sini lumpuh selama dua hari kemarin (Kamis dan Jumat), kebanyakan tutup. Toko saya juga tutup," ujar pemilik toko kebaya, Haji Chandra.
Faktanya, hingga kini pusat perbelanjaan Tanah Abang memang sepi pengunjung, juga sepi pedagang. Beberapa toko bahkan masih terkunci sejak Kamis pekan lalu.
"Mungkin orang-orang masih banyak beres-beres rumah karena kebanjiran atau masih takut susah kendaraan," kata Chandra.
Selama dua hari ini Chandra merugi enam juta rupiah. Jumlah yang menurutnya tak sedikit.
Sebagian besar pedagang di sini memang menutup tokonya hingga hari Minggu lalu.
"Saya salah satu yang kebanjiran. Rumah saya kelelep banjir," kata Anisa Chaerudin, penjaga satu toko busana muslim.
Rumah Anisa di daerah Kampung Melayu terendam banjir setinggi lebih dari satu meter, sehingga dia terpaksa mengungsi ke rumah ibunya di Bogor.
Dia bercerita betapa tersiksanya dia hari Kamis itu. Harus mengungsi ke Bogor tapi harus melalui banyak genangan air di beberapa lokasi, serta transportasi yang lumpuh. Akibatnya Anisa harus mengeluarkan tenaga dan dana ekstra, hanya untuk mencapai Stasiun KA Manggarai.
"Setelah itu gonta-ganti naik bus bahkan gerobak. Capek badan sama dompet deh pokoknya," keluh Anisa.
Anisa yang masih mengungsi di rumah ibunya itu meminta ijin kepada pemilik toko untuk tidak masuk kerja hari Jumat dan Sabtu, karena harus membereskan rumahnya yang keruh direndam banjir.
"Saya tetap kerja, cari duit. Habis ngapain juga nungguin banjir, nanti juga surut sendiri, paling capek beres-beresnya nanti," ujar Anisa yang ternyata dilanggani banjir ini.
Yayat Hidayat, penjaga toko bahan pakaian, juga terpaksa menutup tokonya karena rumahnya terendam banjir sampai Sabtu pekan lalu.
"Pemilik toko bahan ini juga kebanjiran, jadi tutup deh tokonya," kata Yayat yang berdomisili di Cakung.
Yayat mengeluhkan sepinya pengunjung dan pembeli, sejak tokonya kembali buka hari Minggu lalu.
"Entah berapa juta rupiah lagi harus hilang akibat tidak berjualan dan sepi pengunjung, yah mudah-mudahan besok bisa kembali ramai," kata Hidayat.
Omset turun
Sementara Fitriani, penjaga toko pakaian dalam wanita, mengaku tokonya baru buka hari Minggu, setelah tiga hari ditutup karena banjir.
"Ya bagaimana mau tidak libur, rumah saya dan beberapa teman lain kebanjiran, jalan menuju Tanah Abang juga susah. Banjir di mana-mana," kata Fitri yang berdomisili di Jelambar, Jakarta Barat.
Kamis pekan lalu, Fitri dan beberapa teman berjuang untuk sampai ke tempat kerja, namun air yang kian dalam merendam jalanan membuat mereka menyerah. Saat itu, banjir dimana-mana.
"Alhasil kami diliburkan sampai hari Sabtu," jelas Fitri.
Bila beberapa toko terpaksa tutup karena bencana banjir, sejumlah toko tetap beroperasi, seperti toko busana batik milik Agus Rohayat.
"Toko ini selalu buka, tidak pernah tutup atau libur," ujar Agus.
Agus meliburkan beberapa karyawan yang kebanjiran, sementara yang tidak kebanjiran diwajibkan masuk kerja, meski harus menerobos banjir.
"Rumah saya di dekat Roxy Mas, untungnya tidak kena banjir. Tapi saat harus ke sini saya harus menerobos banjir," cerita Agus.
Tapi perjuangan Agus dan beberapa pegawainya, tak sesuai dengan keuntungan penjualan yang didapatnya.
"Bila sehari setidaknya ada 20 orang pembeli, sejak Kamis lalu paling hanya satu atau dua orang yang membeli baju batik per hari, sepi banget," aku Agus.
Nasib serupa dirasakan Andi Sukarno, juga pemilik toko busana batik, padahal dia buka terus.
"Omset berkurang hingga 50 persen lebih karena sepi pembeli. Wih, sudah kayak kuburan deh kemarin Tanah Abang, sepi banget," kata Andi.
Pada hari biasa Andi bisa meraup omset sekurangnya Rp10 juta per hari, namun sejak Kamis lalu berkurang dia cuma dapat lima juta rupiah saja.
Tak hanya beberapa toko yang tetap beroperasi, petugas ekspedisi pengiriman barang juga begitu, termasuk pula pedagang kaki lima seperti Ade Nurodin yang menjual rujak juhi.
"Saya buka setiap hari, tapi ya jalan ke sini macet total dan susah sekali," kata Ade yang tinggal di daerah Bangka, Jakarta Selatan.
Namun sepi pengunjung membuat jualan Ade juga terpengaruh.
"Biasanya saya bisa menjual sekitar seratus porsi per hari, tapi kemarin Minggu hanya laku 15 porsi. Jumat bahkan cuma tiga porsi yang terjual," kata Ade setengah mengeluh.
Berkurangnya pembeli juga dirasakan Maemunah, penjaga toko tas dan koper. "Nggak ada pengunjung, sepi. Yang beli paling cuma satu atau dua orang saja," kata Maemunah. (M048)
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2013