Serangan pada Minggu larut malam itu bertepatan waktunya dengan berakhirnya gencatan senjata sepihak yang diumumkan Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia (FARC) dua bulan lalu ketika kelompok gerilya tersebut memulai perundingan perdamaian dengan pemerintah Kolombia di Havana.
Seorang juru bicara Ecopetrol, perusahaan minyak milik negara, mengatakan kepada AFP, serangan bom itu dilakukan di sebuah bagian dari pipa minyak Trans-Andes dekat kota Orito di provinsi wilayah selatan, Putumayo.
Pemboman itu mengakibatkan tumpahan kecil minyak namun tingkat kerugian terbatas karena pipa saluran itu, yang mengalirkan minyak dari Ekuador menuju pelabuhan Kolombia Tumaco di pantai Pasifik, sedang tidak diaktifkan karena perawatan yang dijadwalkan, kata juru bicara itu.
Ia menambahkan, perbaikan akan dimulai bila militer mengamankan daerah tersebut.
FARC pekan lalu menyatakan bersedia memperpanjang gencatan senjata jika pemerintah Kolombia juga melakukan langkah serupa, namun Bogota menolak melakukan penghentian serangan karena khawatir pemberontak akan menggunakan masa tenang untuk mempersiapkan pertempuran lebih lanjut.
Para pejabat Kolombia menganggap gencatan senjata sebagai taktik negosiasi dan Presiden Juan Manuel Santos memperingatkan pemberontak agar tidak memulai lagi serangan gerilya.
Santos mengatakan, kelompok gerilya itu hanya melaksanakan sebagian dari janji gencatan senjatanya. Militer Kolombia mencatat sedikitnya 52 pelanggaran gencatan senjata oleh FARC selama dua bulan ini.
Negosiasi di Havana dimulai lagi sebelumnya bulan ini setelah masa libur tiga pekan dan kedua pihak berjanji mempercepat perundingan untuk mengakhiri konflik terakhir di kawasan Amerika Latin itu.
Pemerintah Kolombia dan FARC memulai dialog di Oslo, ibu kota Norwegia, pada 18 Oktober yang bertujuan mengakhiri konflik setengah abad yang telah menewaskan ratusan ribu orang. Perundingan itu dilanjutkan sebulan kemudian di Havana, Kuba.
Tiga upaya sebelumnya untuk mengakhiri konflik itu telah gagal.
Babak perundingan terakhir yang diadakan pada 2002 gagal ketika pemerintah Kolombia menyimpulkan bahwa kelompok itu menyatukan diri lagi di sebuah zona demiliterisasi seluas Swiss yang mereka bentuk untuk membantu mencapai perjanjian perdamaian.
Kekerasan masih terus berlangsung meski upaya-upaya perdamaian dilakukan oleh kedua pihak.
FARC, kelompok gerilya kiri terbesar yang masih tersisa di Amerika Latin, diyakini memiliki sekitar 9.200 anggota di kawasan hutan dan pegunungan di Kolombia, menurut perkiraan pemerintah. kelompok itu memerangi pemerintah Kolombia sejak 1964.
Pemimpin FARC Timoleon Jimenez pada April tahun lalu membantah bahwa usulan negosiasi dengan pemerintah mengisyaratkan gerilyawan berniat segera menyerahkan diri.
Pemimpin FARC itu mengatakan, kesenjangan kaya-miskin di Kolombia harus menjadi salah satu masalah yang dibahas dalam perundingan. (M014)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013