Kalau kita berbicara tentang pengurangan emisi karbon, maka ada dua hal yang harus dilakukan
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) menyebutkan pemberian insentif pajak kendaraan listrik merupakan bagian dari upaya pemerintah menekan emisi karbon dengan target net zero emission pada 2060 atau lebih cepat.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin dalam keterangannya di Jakarta, Selasa mengatakan emisi karbon dapat ditekan lewat dua langkah yakni elektrifikasi transportasi dan dekarbonisasi listrik.
"Kalau kita berbicara tentang pengurangan emisi karbon, maka ada dua hal yang harus dilakukan. Pertama, mendorong kehadiran kendaraan listrik dan kedua adalah melakukan dekarbonisasi listrik. Ini dua hal yang saling berkaitan," ujarnya.
Baca juga: Kemnaker jajaki kerja sama pelatihan teknisi kendaraan listrik
Untuk mendorong dekarbonisasi listrik, pemerintah sudah memiliki komitmen untuk memensiunkan dini PLTU dengan total kapasitas 9,2 gigawatt (GW) sebelum 2030 dan menggantinya dengan energi baru dan terbarukan (EBT).
Sementara, menurut dia, pemberian insentif pajak yang lebih kecil diharapkan bisa mendorong jumlah kendaraan listrik di Indonesia mengingat harga mobil listrik yang saat ini masih lebih mahal dibanding mobil konvensional.
Selain juga, pengenaan pajak yang lebih kecil bertujuan mengurangi emisi karbon yang dihasilkan dari kendaraan konvensional.
"Pemerintah tidak memberikan subsidi untuk mobil listrik, tapi memberikan pajak yang lebih rendah dibanding mobil konvensional. Tarif pajak yang diberikan lebih kecil agar masyarakat masih punya pilihan saat membeli kendaraan," ungkapnya.
Rahmat juga mengatakan penggunaan kendaraan listrik saat ini sudah menjadi tren dunia, sehingga Indonesia perlu adaptif terhadap tren tersebut. Tujuannya, industri otomotif yang ada di Indonesia bisa bersaing dengan global.
"Bayangkan, kalau kita diam saja dan tidak mengikuti tren. Apa yang akan terjadi dengan industri otomotif di dalam negeri saat konsumen di dalam negeri ternyata menginginkan kendaraan listrik, pasar Indonesia bisa-bisa dipenuhi dengan produk impor," sebutnya dalam suatu diskusi.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha mengatakan pemerintah memang harus mengembangkan kendaraan listrik.
"Kita harus menjadi pemain di industri ini dan menjadikan negara lain sebagai pasar potensial bagi produk otomotif dalam negeri," ujarnya.
Ia pun optimistis ke depan Indonesia bisa mandiri dalam mengembangkan kendaraan listrik.
"Saat ini, Indonesia sedang mengembangkan teknologi pembuatan baterai kendaraan listrik. Jika ini bisa kita kuasai teknologinya, kita bisa mandiri dalam industri ini. Apalagi, Indonesia punya bahan baku dalam pembuatan baterai kendaraan listrik," paparnya.
Sedangkan, Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan pengembangan mobil listrik harus dilihat dari berbagai aspek seperti dampak berantai yang diciptakannya dan tidak hanya melihat faktor lingkungan semata.
"Indonesia punya nikel dan sumber daya alam lainnya, sehingga saya setuju jika kita terlibat dalam pengembangan kendaraan listrik, karena akan memunculkan nilai tambah ekonomi bagi negara ini. Hanya saja, dibutuhkan kebijakan, perencanaan secara menyeluruh mulai dari lingkungan, pekerja, dan aspek ekonomi," ujarnya.
Sebelumnya, bakal calon presiden Anies Baswedan menilai pemberian subsidi bagi mobil listrik tidak tepat, karena pemilik kendaraan listrik berasal dari kalangan mampu yang tidak perlu disubsidi.
Menurut mantan Gubernur DKI Jakarta itu, pemberian subsidi bagi mobil listrik tersebut juga bukan solusi untuk mengatasi polusi udara.
Baca juga: Presiden Jokowi : ASEAN sepakat bangun ekosistem kendaraan listrik
Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2023