Padang (ANTARA) - Ketua Komisi Yudisial (KY) Republik Indonesia (RI) Prof Mukti Fajar Nur Dewata menjelaskan pengajuan Rancangan Undang-Undang (RUU) KY ditujukan untuk mengembalikan amanah awal sebagaimana saat lembaga tersebut didirikan.

"Menurut kami tidak terlalu berlebihan hanya ingin mengembalikan seperti amanah ketika (KY) dilahirkan," kata Ketua KY Prof Mukti Fajar Nur Dewata di Padang, Selasa.

Pengajuan RUU KY ke DPR pada November 2022, Desember masuk ke rapat paripurna dan kemudian diketok masuk program legislasi nasional (prolegnas) tahun 2023.

"RUU KY tersebut mulai berproses di Mei 2023 ini," kata dia.

Kendati dinilai tidak berlebihan, Prof Mukti mengatakan terdapat beberapa pasal dalam RUU KY yang dikembangkan mengingat dinamika saat ini.

"Sebagai contoh, soal persidangan secara elektronik dan lain sebagainya," ujarnya..

Ia menegaskan kewenangan KY bisa menjadi lebih kuat bukan menjadi ancaman bagi 8.500 an hakim di Tanah Air, sebab penguatan kewenangan KY dipastikan tidak melenceng dari jalur konstitusi yakni menjaga martabat dan keluhuran perilaku hakim.

Di berbagai kesempatan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tersebut kerap menegaskan KY bukanlah komisi pemberantasan hakim, sebab dalam menjalankan tugasnya, KY memiliki perspektif bagaimana menjaga martabat hakim.

"Jadi, kalau hakimnya benar maka lembaga peradilan ini akan dipercaya masyarakat," ujar dia.

Kemudian, apabila lembaga peradilan sudah dipercaya masyarakat maka seluruh proses hukum bisa berlangsung dengan baik yang diikuti pula dengan produk atau putusan pengadilan yang mencerminkan rasa keadilan.

Selama beberapa waktu terakhir, pihaknya mengakui sedang terjadi tsunami hukum di Tanah Air. Setidaknya, hal itu dapat dilihat dari kasus dua Hakim Agung pada Mahkamah Agung (MA) yakni Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap penanganan perkara oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Teranyar, lembaga antirasuah tersebut menetapkan Sekretaris MA Hasbi Hasan sebagai tersangka buntut kasus dugaan suap di lingkungan MA. Kemudian "tsunami hukum" lainnya juga menyangkut beberapa kasus hakim-hakim di daerah serta penyimpangan perilaku hakim lainnya yang sudah diajukan ke Majelis Kehormatan Hakim (MKH) untuk diproses.

"Ini perlu perbaikan. Perlu kita perbaiki proses peradilan ini," ujarnya.

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2023