Jakarta (ANTARA News) - Wakil Kepala Divisi Humas Polri Brigjen Pol Anton Bachrul Alam mengatakan, polisi bisa menindak pengelola majalah Playboy edisi Indonesia jika majalah itu memuat gambar dan tulisan yang melanggar norma kesusilaan. "Kalau memang ada pornografinya, ya tetap akan ditindak. Hanya saja sampai saat ini tidak ditemukan unsur pornonya," kata Anton di Jakarta, Kamis. Ia mengatakan, penindakan pornografi itu tidak perlu menunggu pengesahan UU Anti-Pornografi dan Pornoaksi karena KUHP yang ada sudah bisa menjerat kasus pelanggaran norma susila ini. "Kalau dengan KUHP ancaman hukumannya ringan, tapi dengan UU mungkin bisa lebih berat lagi ancaman hukumannya," katanya. Majalah simbol pornografi di Amerika Serikat itu telah terbit untuk yang kedua kalinya di Indonesia. Pada penerbitan edisi perdana di Jakarta, April 2006 lalu, majalah ini menuai protes dari masyarakat kendati tidak ada unsur pornografinya. Dengan berdalih agar tidak menimbulkan gejolak sosial, Polda Metro Jaya berhasil membujuk pengelola majalah ini untuk tidak terbit dan beredar di Jakarta. Pekan ini, edisi kedua majalah ini terbit namun telah pindah kantor ke Bali. Penerbitan ini juga menuai protes berbagai kalangan yang sejak awal menentang penerbitan majalah ini. Majalah edisi kedua juga beredar di Jakarta kendati dengan sembunyi-sembunyi. Sejumlah loper majalah di Jakarta mengaku takut mengedarkan Majalah Playboy edisi kedua yang terbit Rabu (7/6) karena khawatir akan disisir aparat kepolisian dan aktivis dari beberapa organisasi kemasyarakatan (Ormas). Para pedagang umumnya menyimpan majalah itu di bawah meja atau di tempat lain dan baru melayani pembeli jika ada yang tanya dan serius untuk membelinya. Asep Djunaedi, pengecer majalah dan koran langganan di Departemen Keuangan RI, mengatakan, tampilan Majalah Playboy edisi Indonesia tidak seperti yang diharapkan pelanggannya. "Kalau waktu edisi pertama masih banyak yang beli karena penasaran, tapi sekarang, sudah jarang, mereka rata-rata pada menyesal beli Playboy," kata Asep.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006