Dalam satu bulan hanya sekitar sepuluh kilogram

Meranti (ANTARA News) - Kopi luwak produksi dari Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau, masih terkendala dengan pemasaran, saat ini baru sebatas oleh-oleh untuk tamu pemerintah daerah yang datang ke kabupaten termuda di Riau tersebut.

"Dalam satu bulan hanya sekitar sepuluh kilogram, itupun terkadang lebih banyak dibeli oleh bupati untuk oleh-oleh tamu yang datang ke Meranti," kata Nyoto (46) pemilik industri rumahan di Desa Kedaburapat, Kecamatan Rangsang Pesisir, Kabupaten Meranti, Senin.

Dia mengeluhkan pemasaran menjadi kendala, khususnya bagi dirinya.

"Saat ini hanya saya yang masih memproduksi kopi luwak, teman-teman yang lain sudah berhenti," sebutnya.

Keengganan anggota kelompoknya untuk memproduksi kopi luwak yang berasal dari proses pencernaan dari hewan yang bernama luwak dari sejenis musang ini, karena pemasaran yang menjadi kendala besar.

"Sementara biaya untuk pemeliharaan luwak sangat besar mencapai Rp15.000 perhari, tidak sebanding," ulasnya.

Ditambah lagi, menurutnya bagi sebagian kalangan kopi luwak sangat mahal. Untuk satu kilogram kopi luwak dari desa perbatasan ini mencapai Rp 1 juta. "Belum lagi kopi luwak jantan yang bisa mencapai Rp 2 juta perkilogram," rincinya.

Sebenarnya, menurut Nyoto dari desa yang terkenal dengan tanaman kopinya ini pihaknya bisa memproduksi 150 hingga 200 kilogram perbulan.

"Secara keseluruhan desa Kedaburapat terdapat 600 ha kebun kopi, namun sejak tahun 2010 awal, sebagian besar sudah putus asa untuk memproduksi kopi yang berkhasiat bagi kesehatan ini," jelasnya.

Kopi luwak diyakini memiliki khasiat untuk menetralkan lambung, membantu menyembuhkan gejala kanker hati, menambah stamina. "Kopi luwak ini sangat berkualitas dan menyembuhkan sebagian penyaki kronis. Jika sebagian orang alergi dengan kopi bagi penderita penyakit maag, justru kopi luwak menjadi obat," terangnya sedikit berpromosi.

Kopi luwak berasal dari hasil pencernaan hewan luwak sejenis musang yang memakan buah kopi dengan buah masak yang pas, dalam artian kotorannya. "Namun, kotoran ini masih berbentuk biji kopi, bahkan masih berkulit," sebutnya.

Nyoto menerangkan, hasil pencernaan ini lalu dicuci hingga bersih, untuk kemudian dijemur dan seterusnya dimasukkan ke dalam mesin untuk membuka kulitnya.

"Setelah terbuka kulitnya, dilanjutkan dengan proses disanggrai selama empat jam kemudian digiling dengan mesin hingga menjadi bubuk kopi berkualitas," terangnya.

Hewan luwak tidak hanya memakan buah kopi pilihan, namun tetap dibarengi dengan makanan lainnya. "Seperti buah nenas, ikan yang dicampur nasi," tutupnya.
(KR -RST)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013