Surabaya (ANTARA) - Pengamat Pertanian Universitas Brawijaya (UB) Malang, Sujarwo, memuji Kementerian Pertanian (Kementan) yang menyiapkan sejumlah program untuk mengantisipasi adanya musim kemarau panjang atau El Nino pada Agustus mendatang.

"Langkah pemerintah untuk mengantisipasi persoalan ini  cukup tepat, dalam hal ini Kementerian Pertanian (Kementan) yang memiliki peranan penting," kata Sujarwo dalam keterangannya, Selasa.

Sujarwo mengatakan El Nino akan berdampak pada penurunan curah hujan di Indonesia dan berpotensi pada penurunan suplai air yang dibutuhkan sektor pertanian.

Dalam sistem produksi pertanian, kekurangan air akan menghambat proses metabolisme tanaman yang berdampak pada penurunan produktivitas sampai pada kegagalan panen.

"Situasi ini tentunya sangat merugikan bagi petani dan juga ketahanan pangan nasional," kata Wakil Dekan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya itu.

Apalagi, kata Sujarwo, menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada Maret 2023, terdapat 11 Provinsi yang berpotensi kekeringan dengan curah hujan rendah.

Daerah tersebut yaitu provinsi Aceh, Bali, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, NTT, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi tengah, dan Sumatera Utara.

Padahal, Jawa Timur dan Jawa Barat adalah dua Provinsi besar penopang produk pertanian nasional. Hal tersebut tentu perlu diwaspadai Bersama.

Dari sisi produksi pertanian, hampir pasti ini akan terancam terjadi penurunan, dan berdampak pada pergerakan harga produk pertanian, yang meningkat bukan karena tarikan permintaan tapi karena efek penurunan produksi (supply side).

"Penurunan harga ini akan memukul konsumen, pada saat produksi petani juga tidak terlalu bagus," ujarnya.

Sehingga, sambung Sujarwo, baik masyarakat sebagai konsumen maupun petani sebagai produsen, tidak menjadi lebih baik keadaannya akibat efek yang ditimbulkan El Nino tersebut.

"Ini artinya, secara keseluruhan efek El Nino akan mengancam kesejahteraan masyarakat," ujarnya.

Kementan sangat tepat menjalankan sejumlah program untuk atasi kekeringan seperti pembangunan embung, waduk, rehabilitasi irigasi, hibah pompa hingga asuransi pertanian.

Adanya waduk atau embung adalah hal yang baik dalam meningkatkan daya tampung permukaan atas air hujan yang turun.

"Rehabilitasi saluran irigasi juga penting, karena meningkatkan efektifitas dan efisiensi distribusi air sehingga tidak banyak yang hilang dalam pendistribusian air ke lahan-lahan pertanian," ujarnya.

Sementara, lanjut Sujarwo, untuk program Asuransi Pertanian adalah suatu hal yang lain. Asuransi pertanian adalah upaya memitigasi atas risiko dihadapi yang berpotensi pada kehilangan yang besar.

Petani yang peduli atas hasil usaha taninya akan cenderung membeli asuransi untuk menjaga agar potensi kehilangan tidak terlalu besar.

"Hal ini dikarenakan adanya coverage dari asuransi atas kegagalan produksi yang sangat mungkin terjadi. Apa-apa yang dilakukan pemerintah itu sangat baik dalam upaya mitigasi potensi negatif El Nino," kata Sujarwo.

Dari sisi lain seperti teknologi produksi tentu terus diupayakan jenis-jenis tanaman yang mampu bertahan pada situasi air rendah.

Menurutnya, Inovasi menjadi kunci untuk perbaikan Teknik budidaya pada berbagai lingkungan yang berbeda.

"Selain itu, tentu menjadi penting untuk mengembangkan teknologi produksi berbasis laboratorium terkontrol (precision agriculture) dan penggunaan Artificial Intelligence (AI) untuk membangun system produksi sustainable tanpa pengaruh lingkungan luar dan perubahan cuaca," ujar Sujarwo.

Oleh karena itu, sebagai negara tropis, lanjut Sujarwo, pertanian konvensional membawa keberkahan tersendiri dengan sistem produksi yang sederhana dan daya dukung produksi yang melimpah.

Dengan demikian, memungkinkan biaya produksi yang jauh lebih murah dibandingkan dengan sistem produksi berbasis AI dan laboratorium terkontrol.

Namun ancaman climate change dan hama penyakit yang semakin tinggi, sehingga alternatif-alternatif sistem produksi perlu dikembangkan.

Salah satunya precision agriculture - berbasis laboratorium terkontrol, menjadi alternatif perlu dikembangkan secara bertahap dan berkesinambungan.

"Hadirnya anak-anak muda pertanian yang melek teknologi menjadi titik kritis dalam hal ini," katanya.

 

Pewarta: Willi Irawan
Editor: Nurul Aulia Badar
Copyright © ANTARA 2023