Jakarta (ANTARA) - Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menyoroti banyak pekerja migran Indonesia (PMI) mengalami berbagai macam kasus kekerasan selama bekerja di Malaysia.
“Ketika saya diundang oleh Kedutaan Besar Malaysia untuk datang ke sana, saya katakan tidak akan pernah menginjakkan kaki di Malaysia selama saya memimpin BP2MI. Sepanjang kebijakan dalam dan luar negeri anda tentang perlakuan kepada para pekerja migran Indonesia, itu masih tetap dengan cara-cara hancuran,” kata Kepala BP2MI Benny Rhamdani dalam FMB9 Deklarasi ASEAN Melindungi Pekerja Migran yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.
Benny menilai beberapa kebijakan ketenagakerjaan di Malaysia sungguh merugikan para pekerja migran Indonesia. Pertama, hanya Malaysia yang mengeluarkan visanya di Malaysia tidak melalui kedutaan Malaysia yang ada di Indonesia.
Padahal di Indonesia sudah diatur secara tegas lewat undang-undang yang mensyaratkan bahwa para pekerja yang akan berangkat ke luar negeri, harus menggunakan visa kerja sebagai dokumen yang harus dimiliki sebelum ia meninggalkan Indonesia.
Baca juga: BP2MI minta pemerintah perkuat perlindungan PMI lewat KTT ASEAN 2023
Terlebih hanya Malaysia yang begitu eksklusif dengan istilah VDR atau visa rujukan, Dimana mereka bisa menggunakan visa rujukan atas nama visa kerja dan hanya dikeluarkan di Malaysia.
Kedua, ia menyebut Malaysia curang karena menginginkan lebih banyak orang Indonesia masuk secara ilegal, agar para pekerja Indonesia bisa dibayar lebih murah selama dipekerjakan di perkebunan-perkebunan sawit mereka.
"Ini cara-cara jahat yang harus kita lawan melalui diplomasi politik dalam negeri kita sepanjang kita mengedepankan dignity dan merah putih dan tidak bermental inlander," ujar Benny.
Dengan demikian, dirinya mengajak seluruh negara yang ada di kawasan ASEAN untuk membangun hubungan antara negara yang berbasis pada kesetaraan, menumbuhkan semangat saling membutuhkan dan tidak ada yang merasa superior dan subordinat.
"Sehingga Indonesia harus mengambil posisi di ASEAN untuk menaikkan bargaining position, khususnya terkait para pekerja migran kita," katanya.
Di sisi lain, ia mengatakan harus ada komitmen kuat dari dalam negeri, kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah, kementerian dan lembaga, perang semesta melawan sindikat penempatan ilegal harus segera dideklarasikan.
"Negara tidak bernegosiasi dengan para penjahat. Kemudian negara-negara ASEAN harus punya komitmen yang kuat untuk tidak membuka pintu untuk masuknya tenaga kerja asing dari negara luar yang diberangkatkan secara ilegal atau tidak resmi, karena sindikat human trafficking ini ada di dalam negeri dan luar negeri," ujar Benny.
Baca juga: BP2MI: Tren korban TPPO mulai bergeser ke masyarakat berpendidikan
Baca juga: Kemenlu: KTT ASEAN 2023 deklarasikan siap perangi persoalan TPPO
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023