Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengingatkan peternak ikan air tawar untuk menggunakan sistem budidaya ikan yang mendaur ulang nutrisi limbah sebagai pakan atau teknologi bioflok untuk menjaga pertumbuhan ikan.
“Kenapa (bioflok) itu yang dipilih dibanding misal resirkulasi, itu secara praktek memerlukan pengetahuan yang lebih, penerapan kontrol lebih. Padahal kita tau pembudidaya memiliki akses untuk mendapatkan ilmu relatif terbatas,” ujar Analis Aquakultur Ade Sunarma Balai Besar Budidaya Perikanan Air Tawar Sukabumi KKP saat acara Cultivating A Sustainable Future with JAH Cultura di Jakarta, Senin.
Ade menuturkan teknologi bioflok yang kini tengah menjadi program pemerintah itu, telah banyak digunakan oleh pembudidaya ikan nila. Sistem budidaya bioflok memiliki berbagai kelebihan, seperti efisiensi pemanfaatan lahan serta limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik sehingga dapat diintegrasikan dengan tanaman seperti sayur dan buah. Inovasi tersebut juga dapat menjamin ketersediaan sumber pangan bagi masyarakat.
“Bioflok ini jika dilihat dari sisi lingkungannya, ketika airnya dibuang ke lingkungan, air ini relatif sudah tidak berbahaya karena dia sudah diolah dulu oleh sistem. Selain juga air ini bisa digunakan kembali seperti untuk menyiram tanaman,” katanya.
Keunggulan lain dari budidaya ikan sistem bioflok seperti padat tebar yang lebih tinggi, masa pemeliharaan lebih singkat, serta efisien dalam penggunaan air dan pemberian pakan. Berbagai kelebihan bioflok tersebut tentu memberi keuntungan lebih bagi masyarakat, sekaligus menjamin keberlanjutan usaha perikanan budidaya yang ramah lingkungan.
“Kami di perikanan sekarang adalah bagaimana bertanggung jawab kepada air yang masuk, bagaimana kami bertanggung jawab memperbaiki air yang memang kami gunakan untuk budidaya ikan, juga bertanggung jawab untuk pembuangan limbahnya,” tuturnya.
Lebih lanjut Ade menekankan bahwa pertumbuhan ikan sangat dipengaruhi oleh kondisi kualitas air serta keberadaan pathogen. Pembudidaya perlu menjaga kualitas air dengan memperhatikan beberapa parameter penting seperti temperatur, pH, oksigen terlarut dan ammonia. Termasuk juga kekeruhan, kecerahan hingga kesadahan.
Selain mengukur secara periodik, perubahan kualitas air juga bisa diamati dari perubahan perilaku ikan. Contoh perubahan perilaku ikan adalah tidak merespon makan yang menjadi tanda temperatur atau oksigen terlalu rendah.
“Jadi ikan mangap-mangap di permukaan tanda kekurangan oksigen,” sebutnya.
Oleh karena itu, ia mengimbau masyarakat untuk beralih menggunakan teknologi bioflok karena terbukti efektif dalam mengelola kualitas air dan meningkatkan kualitas produksi.
“Kalau sebelumnya budidaya ikan itu identik airnya harus mengalir terus sehingga kita jadi boros air. Kalau kita bisa menggunakan teknologi, jika teknologinya bagus, kita bisa mengirit air 90-100 persen. Air itu tidak perlu ganti selama pemeliharaan, seperti bioflok selama 5 bulan itu tidak perlu ganti air,” ucap dia.
Baca juga: DKP Bengkulu siapkan Rp1,5 miliar untuk budi daya ikan sistem bioflok
Baca juga: Pemprov DKI dorong warga kembangkan perikanan sistem bioflok
Baca juga: KKP yakin budidaya ikan sistem bioflok perkuat ketahanan pangan
Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2023