Jakarta (ANTARA News) - Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) menyatakan lebih dari 50 persen iklan promosi produk rokok melanggar ketentuan perundang-undangan. Kepala Badan POM Husniah Rubiana Thamrin Akib mengemukakan hal itu pada acara debat publik tentang pengawasan promosi dan iklan rokok yang diselenggarakan di Jakarta, Kamis. Ia menjelaskan berdasarkan hasil pengawasan iklan rokok yang dilakukan Badan POM tahun 2006, 54,79 persen iklan rokok di media cetak, 77,80 persen iklan rokok di media elektronik dan 57,23 persen iklan rokok di media luar ruang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Menurut Direktur Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Addiktif Badan POM Al Bachri Husin, bentuk pelanggaran iklan promosi rokok di media cetak, elektronik dan media luar ruangan itu di antaranya berupa pencantuman gambar bungkus rokok dan kata-kata yang dapat mendorong orang mengkonsumsi rokok. Sebagian iklan promosi rokok, kata dia, juga tidak mencantumkan peringatan bahaya rokok bagi kesehatan atau mencantumkannya namun dalam ukuran yang tidak proporsional. Padahal pasal 18 undang-undang nomor 19/2003 tentang pengamanan rokok untuk kesehatan dengan jelas menyebutkan iklan promosi rokok harus mencantumkan peringatan bahaya rokok bagi kesehatan dengan ukuran yang proporsional sesuai dengan ukuran iklan. Al Bachri menjelaskan pula bahwa sejumlah iklan promosi rokok juga diletakkan di fasilitas publik yang sebenarnya bukan merupakan media promosi seperti kotak surat, pos polisi, warung, dan tugu. Tingginya tingkat pelanggaran pemasangan iklan promosi rokok itu menurut Ance (sapaan Husniah-red) merupakan wujud ketidakpatuhan pelaku iklan rokok terhadap ketentuan. "Data tersebut menggambarkan kurangnya kepatuhan para pelaku iklan rokok," kata Ance. Padahal ketidakpatuhan pelaku iklan promosi rokok itu sangat memengaruhi tingkat konsumsi rokok masyarakat, khususnya generasi muda, dan pada gilirannya akan memengaruhi kualitas kesehatan dan kualitas hidup mereka. Iklan promosi rokok, menurut dia, baik secara langsung maupun tidak, turut memberikan kontribusi pada peningkatan jumlah perokok di Tanah Air. Data Susenas tahun 2001 menunjukkan prevalensi perokok pada penduduk laki-laki mencapai 62,2 persen dan pada penduduk perempuan 1,3 persen, jauh lebih tinggi dari prevalensi perokok laki-laki dan perempuan tahun 1995 yang masing-masing 53,4 persen dan 1,7 persen. Oleh karena itu, ia menegaskan, regulasi yang tegas terkait pengaturan iklan promosi rokok harus segera dibuat.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006