Jakarta (ANTARA News) - Meski sempat mendapat kritikan keras dari sesama anggota maupun sebagian kalangan masyarakat, Komisi I DPR tetap akan memberangkatkan delegasi ke Australia dalam rangka memberikan penjelasan kasus Papua dan juga menormalisasikan hubungan Indonesia-Australia.
Menurut Ketua Komisi I DPR Theo Sambuaga di Gedung DPR/MPR Senayan, Kamis, Tim yang terdiri lima orang ini diketuai oleh Muhammad AS Hikam dari Fraksi PKB dengan anggota Boy M. W Saul (FPD), Yuddy Chrisnandi (FPG), Yusron Izha (FBPD), Chudlary Syafii Hadzami (PPP). Tim akan diberangkatkan pada 12 Juni sampai 16 Juni 2006.
"Delegasi akan mengemban tugas memelihara dan meningkatkan hubungan antara kedua negara berdasarkan kepentingan bersama saling menghargai dan saling menghormati, saling menguntungkan, sederajat, betul-betul saling menjaga kepentingan masing masing," kata Theo Sambuaga.
Selama ini, kata Theo, hubungan Indonesia dengan Australia menurun (slowdown) akibat kebijakan pemerintah Australia yang memberi suaka politik kepada 42 Warga Negara Indonesia (WNI) asal Papua. Kebijakan itu bertentangan dengan prinsip kedaulatan NKRI.
Kebijakan pemerintah Australia memberikan visa tinggal sementara kepada 42 warga Papua, tidak hanya mengganggu hubungan Indonesia dan Australia. Namun juga memberi peluang bagi warga Papua yang anti Indonesia melakukan konsolidasi. "Begitu pula dengan pihak-pihak tertentu yang tidak suka dengan Indonesia diberi angin segar," kata Theo.
Karena itu, kata politisi asal Partai Golkar ini, kedatangan delegasi komisi I DPR ke Australia untuk memberi penjelasan kepada pihak Australia, baik parlemen, perdana menteri, LSM dan juga tokoh dan akademisi bahwa di Indonesia tidak ada genoside seperti yang beredar selama ini di Australia.
Tim akan bertemu dengan pimpinan parlemen, perdana menteri, tokoh gereja, LSM dan juga akademisi untuk memberikan penjelasan bahwa di Indonesia tidak ada genoside, katanya.
Selain itu kedatangan delegasi DPR juga meminta penjelasan atas sikap Australia yang memberi visa sementara kepada ke 42 WNI asal Papua. Hal itu penting dalam rangka menormalisasikan hubungan kedua negara.
"Hubungan yang buruk ini tidak boleh terus menerus terjadi. Perlu diperbaiki bersama," katanya.
Theo menyatakan tidak ada pelanggaran HAM di Papua, baik yang di masa lalu sampai saat ini. "Saya katakan tidak ada pelanggaran HAM di sana, sampai sekarang," kata Theo.
Pemerintah Indonesia tetap menjunjung tinggi supremasi hukum. Apabila ada kekacauan hukum di Papua tentu kita akan tegakkan penegakan hukum, siapa yang bersalah harus dihukum. Jadi tidak ada pelanggaran HAM, katanya.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006