penggunaan baju adat setiap saat akan mengurangi kesakralan pakaian adat itu sendiri ketika terlalu sering digunakan.
Makassar (ANTARA) - Anggota Komisi D DPRD Makassar Yeni Rahman menyoroti kebijakan Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto yang mengharuskan setiap siswa dan guru memakai pakaian adat sekali sebulan.
"Reaksi dari kebijakan wali kota itu datang dari berbagai kalangan, bukan cuma dari para guru dan siswa, para orang tua juga bereaksi," ujarnya di Makassar, Jumat.
Yeni Rahman mengatakan ada delapan hal yang menjadi catatan penting dari kebijakan memakai baju adat setiap bulan bagi setiap siswa dan guru.
Disebutkan, hal pertama dari kebijakan kewajiban pemakaian baju adat untuk siswa sekolah di Makassar itu tidak substansial dan memberatkan orang tua siswa.
Meski ia mengakui jika Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) diatur tentang kewajiban siswa memakai pakaian khas daerahnya, namun tidak dicantumkan secara detail pelaksanaan waktunya.
Aturan penggunaan baju adat itu juga disebutnya belum memiliki payung hukum, dalam hal ini peraturan daerah (perda) tentang teknis penggunaan baju adat tersebut.
"Penggunaan baju adat akan mengurangi ruang gerak siswa serta gerah selama proses pembelajaran berlangsung," katanya.
Menurut Yeni, penggunaan baju adat setiap saat akan mengurangi kesakralan pakaian adat itu sendiri ketika terlalu sering digunakan.
Kemudian kewajiban itu juga akan menjadi beban berat bagi para orang tua dalam penyewaan baju adat karena menyewa pakaian adat sehari, sangatlah mahal.
Dia menerangkan jika Pemerintah Kota Makassar hanya ingin menanamkan pembentukan karakter yang diharapkan terhadap siswa-siswi dengan memakai pakaian adat setiap bulan, ia pun menilai berlebihan.
"Kalau hanya pembentukan karakter, penggunaan baju adat baiknya dilakukan pada momen tertentu saja. Misalnya, momen Hari Kebudayaan dan HUT Kota Makassar," terangnya.
Sementara jika yang diharapkan Pemkot Makassar dalam penggunaan setiap bulan adalah pakaian adat, bisa digantikan dengan batik lontara yang selama beberapa tahun sudah siswa-siswi gunakan.
"Hanya saja edukasi tentang makna tulisan lontara yang masih sangat minim dipahamkan kepada peserta didik. Dinas Pendidikan (Disdik) bisa melakukan inovasi dengan pemakaian baju batik lontara dikemas dengan tulisan lontara yang berbeda-beda pada setiap sekolah. Diperkuat dengan edukasi oleh bapak dan ibu guru perihal maknanya," ucap Yeni Rahman.
Sebelumnya, Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto pada momen Hardiknas langsung mencanangkan kewajiban seluruh siswa dan guru untuk memakai baju ada sekali sebulan, yakni pada tanggal 1 setiap bulannya.
Baca juga: Akademisi: Perempuan jangan salah kaprah kenakan pakaian adat
Baca juga: Wali Kota Medan kembangkan digitalisasi sandang dari pakaian adat
Baca juga: Budayawan: Baju adat untuk seragam sekolah perkuat ciri kedaerahan
Pewarta: Muh. Hasanuddin
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2023