Subang (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Dedi Mulyadi, mendesak agar proyek perkebunan hortikultura di Kabupaten Subang, Jawa Barat, dihentikan karena diduga ilegal dan mengakibatkan terjadinya banjir lumpur di daerah tersebut.
"Ini bagian dari alih fungsi lahan. Karena sebelumnya lahan PTPN VIII di Jalancagak, Subang itu adalah lahan perkebunan teh," kata Dedi, saat kunjungan kerja ke lokasi alih fungsi lahan PTPN VIII di Subang, Jumat.
Ia mengatakan, alih fungsi lahan PTPN VIII tersebut telah memicu terjadinya banjir lumpur di Desa Curugrendeng, Kecamatan Jalancagak, Subang.
Saat ini kondisi lahan perkebunan teh di daerah itu sudah gundul, karena akan diubah menjadi perkebunan hortikultura. Bebatuan yang berada di sekitar lokasi pun telah diangkat.
“Kondisinya sangat mengkhawatirkan, karena kalau hujan, maka airnya akan deras mengalir ke desa yang ada di bawah," katanya.
Rencananya, lahan perkebunan teh itu akan dialihfungsikan menjadi perkebunan hortikultura, dengan ditanami berbagai aneka sayuran, kentang dan umbi-umbian.
Menurut Dedi, jika proyek perkebunan hortikultura dilanjutkan, itu akan membuat daya ikat tanah menjadi lemah. Ditambah dengan penggunaan obat kimia yang menjadikan tanah semakin lemah. Sehingga bencana banjir dan longsor akan mengancam.
Ia menyampaikan, pemerintah Belanda pada zaman dahulu sudah membuat perencanaan yang baik dengan menjadikan kawasan tersebut sebagai perkebunan teh yang memiliki daya ikat tanah sangat kuat.
“Jadi kalau sekarang mengubah jadi sayuran, berarti kita tidak mengerti pembangunan. Kita jangan berpikir sekarang, tapi harus jangka panjang. Kasus kemarin di Puncak juga habis, Garut juga se-desa (bencana),” kata dia.
Belum lagi jika nantinya tanaman hortikultura ditutup dengan plastik yang akan membuat air terbuang tidak menyerap ke tanah.
Saat ini lahan yang dikerjasamakan dengan PT Bintang Pratama Sentosa itu telah dilakukan clearing atau pembersihan seluas 4 hektare.
Disebutkan kalau dari proses proyek tersebut sudah menimbulkan berbagai dampak seperti banjir yang kini semakin meluas hingga ke Purwakarta.
Dedi mengatakan, kawasan tersebut sejak dulu dikenal sebagai kawasan wisata alam. Namun jika alam sudah rusak maka tidak akan ada lagi pelancong yang mau datang.
Sementara itu, Dirjen Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (PDASHL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dyah Murtiningsih mengakui kalau lahan perkebunan teh di Desa Curugrendeng itu merupakan hulu yang memiliki fungsi menjaga keseimbangan di hilir.
Dalam hal ini pepohonan dan perkebunan teh bisa mengikat tanah agar tidak erosi.
“Kalau dilihat tanah di sini juga menurut kami tidak cocok untuk pertanian. Dari PT Bintang ini juga belum ada persetujuan lingkungan,” kata Dyah.
Di tempat yang sama perwakilan PT Bintang Pratama Sentosa mengklaim berbeda dengan perusahaan lain. Mereka mengklaim sudah memiliki site plan terkait lingkungan.
“Kami punya site plan tidak seperti yang kang Dedi bilang seperti di Garut. Kami dari perusahaan punya site plan,” kata perwakilan tersebut.
Saat ditanya mengenai perizinan, perwakilan perusahaan itu juga mengaku telah mengantonginya. Bahkan mereka mengklaim telah mendapatkan Amdal yang dikeluarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup Subang.
Namun klaim tersebut langsung dibantah oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup Subang Hidayat yang juga berada di lokasi.
Ia menegaskan pihaknya belum pernah mengeluarkan izin apapun termasuk Amdal yang diklaim oleh perusahaan.
“Kami tidak mengeluarkan Amdal, kami tidak sembarangan mengeluarkan itu,” kata Hidayat.
Ia mengaku telah berkoordinasi dengan camat setempat dan sepakat untuk tidak mengeluarkan dokumen apapun termasuk Amdal.
“Menurut saya (proyek) ini ilegal dan kami menyarankan ini untuk dihentikan,” tegas Hidayat yang disambung dengan pernyataan Dedi Mulyadi kalau proyek itu ilegal, maka harus dihentikan.
Baca juga: Anggota DPR minta kasus "staycation" di Bekasi diusut tuntas
Baca juga: Anggota DPR: Dokter Wayan tulus mengabdi untuk masyarakat
Pewarta: M.Ali Khumaini
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2023