Layanan ini menyasar pekerja harian dengan akses kredit terbatas untuk melakukan pembelian
Jakarta (ANTARA) - Head of Economic Opportunities Research Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Trissia Wijaya menilai penggunaan layanan innovative credit scoring (ICS) dapat meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia.
Menurut dia, ICS akan memberikan kesempatan kepada nasabah yang tidak memiliki credit worthiness atau kelayakan kredit untuk mengakses layanan keuangan.
"Di Indonesia, rumah tangga berpendapatan rendah dan UMKM dihadapkan dengan tantangan dalam mengakses kredit dari bank dan lembaga keuangan lain karena adanya keterbatasan data terkait riwayat kredit, agunan, dan bukti resmi pendapatan mereka," kata Trissia dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan survei di 2022 yang menunjukkan indeks inklusi keuangan di tingkat nasional mencapai 84,2 persen atau naik dibandingkan 76,19 persen di 2013.
Walaupun terjadi peningkatan yang cukup tinggi, Trissia menyebut inklusi keuangan belum menyentuh sebagian besar masyarakat Indonesia yang berpenghasilan rendah.
Adapun ICS mengukur kelayakan kredit calon nasabah yang memiliki keterbatasan dalam mengakses layanan keuangan dengan menggunakan kecerdasan buatan, pembelajaran mesin, dan data nontradisional, seperti data media sosial, transaksi e-commerce, dan data tagihan rumah tangga.
Penyedia layanan ICS biasanya membuat kontrak dengan lembaga keuangan baik fintech maupun lembaga keuangan tradisional sebagai pengguna data yang menyimpan, mengontrol penggunaan, serta memproses data pribadi dalam ICS.
ICS berperan seperti aplikasi pengolah data pihak ketiga dan menilai kelayakan konsumen menggunakan metode anonimitas.
ICS juga memfasilitasi soft credit yang mendukung transaksi "beli sekarang, bayar nanti" atau pay later tanpa kepemilikan kartu kredit dan skema kredit formal.
Transaksi keuangan seperti ini, akan menambah minat nasabah dan pada akhirnya meningkatkan volume penjualan.
"Layanan ini menyasar pekerja harian dengan akses kredit terbatas untuk melakukan pembelian. Ada keleluasaan yang ditawarkan sehingga mereka bisa mengatur keuangannya sesuai dengan kebutuhan," jelas Trissia.
Baca juga: Xendit: Tren penggunaan "pay later" tumbuh 10 kali lipat di 2022
Baca juga: Aplikasi ini kian mudahkan masyarakat bertransaksi secara daring
Baca juga: Akulaku Paylater gandeng P2P lending Mekar untuk salurkan pembiayaan
Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2023