Swing voters` adalah perilaku pemilih yang berubah pilihannya dari satu pemilu ke pemilu berikutnya dan itu paling banyak dari kalangan pemuda yang secara solid belum menentukan pilihannya karena masih `mengambang`. Ini yang mempengaruhi kemenangan P

Jakarta (ANTARA News) - Pengamat Politik Charta Politika Yunarto Wijaya menilai partisipasi kalangan pemuda akan sangat berpengaruh pada kemenangan Pemilu 2014.

"`Swing voters` adalah perilaku pemilih yang berubah pilihannya dari satu pemilu ke pemilu berikutnya dan itu paling banyak dari kalangan pemuda yang secara solid belum menentukan pilihannya karena masih `mengambang`. Ini yang mempengaruhi kemenangan Pemilu 2014," katanya di Jakarta, Kamis.

Yunarto menyebutkan dari segi kuantitatif, jumlah pemilih terbanyak yakni kalangan berumur 17-31 tahun yang mencapai 38 persen dari jumlah seluruh pemilih.

Dia menambahkan, secara kualitatif jumlah pemilih terbanyak, yakni terdiri dari "swing voters" (pemilih yang belum pasti menentukan pilihannya -red), "social influencer" (pemilih yang mempengaruhi lingkungan sekitar -red) dan "critical voters" (pemilih kritis -red).

"Anak muda itu masih mencari identitas, haus informasi, emosional dan mempengaruhi orang-orang di sekitarnya dan biasanya cenderung ekstrim," katanya.

Dia juga menyebutkan kalangan pemuda merupakan pemilik akun media sosial terbanyak yang dinilai efektif untuk parpol berkampanye.

"Segmen anak muda ini yang menghasilkan `multiplied effect` (efek berlipat -red) sangat cepat. Apabila ada isu politik baik positif apalagi negatif langsung direspon," katanya.

Menurut dia, media sosial juga sudah menjadi fenomena mengubah mampu konstelasi politik selain ideologi, tokoh dan infrastruktur.

"Bukan tidak mungkin jika pemuda akan sangat mempengaruhi konstelasi politik 2014," katanya.

Dia mencontohkan Presiden Amerika Barack Obama yang berhasil meraup suara terbanyak karena melakukan pendekatan sosial ke kalangan pemuda.

"Selain itu mekanisme aspiratif juga perlu diterapkan, yakni membuka kesempatan buat siapa pun karena demokrasi itu mekanismenya harus terbuka," katanya.

Dia juga menilai masyarakat saat ini sudah tidak percaya dengan iklan dan baliho parpol atau capres. "Masyarkat semakin kritis. Jadi baliho atau iklan sudah tidak berkorleasi dengan kepercayaan mereka," katanya.

(J010/E008)

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013