Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Hilmar Farid mengatakan bahwa ketersediaan data tentang pelanggaran atas kebebasan berkesenian di Indonesia penting untuk dapat melahirkan kebijakan yang baik.
“Data itu esensial sekali karena kebijakan yang baik mengenai sesuatu pasti akan lahir dari ketersediaan data,” kata Hilmar di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Koalisi Seni hadirkan sistem pemantauan kebebasan berkesenian
Pada Rabu, organisasi nirlaba Koalisi Seni didukung oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) meluncurkan sistem pemantauan kebebasan berkesenian yang dapat diakses melalui halaman website kebebasanberkesenian.id. Sistem ini memuat data tentang pelanggaran kebebasan berkesenian yang dilaporkan oleh seniman dan masyarakat.
Hilmar mengapresiasi kehadiran platform tersebut dan berharap seluruh seniman dan masyarakat bisa dengan mudah mengakses ke sistem pemantauan kebebasan berkesenian tersebut sehingga data dapat tercatat dan terhimpun dengan baik.
Sebagai informasi, Indonesia telah meratifikasi UNESCO 2005 Convention on the Protection and Promotion of the Diversity of Cultural Expressions. Oleh sebab itu, Indonesia wajib melaporkan kondisi kebebasan berkesenian dalam Laporan Periodik Empat Tahunan.
Hilmar mengingatkan bahwa kehadiran forum UNESCO menjadi penting sebagai strategi untuk memperbaiki kondisi atas pelanggaran kebebasan berkesenian di Indonesia. Di sisi lain, menurut dia, pemerintah Indonesia juga masih memberi perhatian terhadap permasalahan tersebut melalui forum internasional seperti UNESCO.
Baca juga: Hilmar Farid: Karya seni harus unggul tanpa predikat autisme
Pada kesempatan yang sama, Anggota Komite Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) Shuri Mariasih Gietty Tambunan menambahkan bahwa keberadaan sistem pemantauan kebebasan berkesenian penting sebagai alat monitoring dan upaya pendokumentasian melalui data. Sistem ini juga dibutuhkan sebagai langkah untuk memastikan adanya kebebasan dalam berkesenian di Indonesia.
“Jadi yang dilakukan oleh Koalisi Seni dengan membuat pendokumentasian, pemonitoran ini memang langkah yang sangat penting,” kata dia.
Dalam konteks yang lebih luas, Gietty mengingatkan bahwa kebebasan berkesenian bukan hanya untuk pelaku seni saja melainkan juga untuk masyarakat umum mengingat seni dapat membuka ruang berpikir bagi masyarakat dalam membangun kehidupan yang lebih inklusif dan lebih toleran.
“Misalnya sebuah karya film yang bicara mengenai isu LGBTQIA dilarang, maka tidak ada kesempatan untuk berpikir atau berdiskusi berdialog mengenai isu ini,” kata dia.
“Bagaimana mungkin kita bisa membangun masyarakat yang toleran kalau karya-karya seni yang merepresentasikan isu-isu ini tidak bisa diakses oleh masyarakat,” pungkas Gietty.
Baca juga: Jakarta kemarin, Pasar murah di Jaksel hingga Pekan Kebudayaan di TIM
Baca juga: Hilmar Farid temui Pj Gubernur DKI bahas Pekan Kebudayaan di TIM
Baca juga: Kecerdasan kolektif dibutuhkan untuk bangkitkan ekosistem perfilman
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2023