"Diperiksa sebagai saksi DK (Deddy Kusdinar dan Andi Alfian Mallarangeng), kalau saya kapasitasnya sebagai ketua Komisi X," kata Mahyuddin yang datang pada sekitar pukul 10.05 WIB di gedung KPK Jakarta, Selasa.
Namun ia belum bersedia menjelaskan mengenai pembahasan anggaran proyek tersebut.
"Nanti saja, saya kan belum ditanya," tambah Mahyuddin.
Mahyuddin pada sidang terpidana kasus korupsi Wisma Atlet Nazaruddin mengakui pernah melakukan pertemuan di Kementerian Pemuda dan Olahraga di lantai 10 Kemenpora pada Januari 2010 dengan dihadiri oleh mantan Menpora Andi Mallarangeng, Nazaruddin, Mahyuddin dan anggota Komisi X non-aktif Angelina Sondakh.
Menurut Mahyuddin, pertemuan itu dilakukan untuk silaturahmi dengan koleganya di Partai Demokrat, Andi Mallarangeng yang baru diangkat sebagai Menpora dan tidak ada pembicaraan serius.
Pada pertemuan itu, Mahyuddin juga menyebutkan bahwa Nazaruddin sempat membahas mengenai proyek Hambalang dengan menyatakan bahwa sertifikat tanah 32 hektar tanah Hambalang sudah selesai.
Sementara Nazaruddin menuding bahwa mantan koleganya tersebut menerima uang Rp10 miliar dari proyek P3SON Hambalang, sedangkan pihak-pihak lain juga menerima uang dalam jumlah berbeda.
"Uang Rp100 miliar itu kesepakatan Anas Urbaningrum sama PT Adhi Karya, sebanyak Rp50 miliar untuk Anas, Rp10 miliar buat Mirwan (Amir) dan Olly (Dodokambey), Rp 10 miliar untuk Mahyuddin, Rp5 miliar buat Mukhayat (mantan deputi menteri BUMN), Rp5 miliar untuk Wafid (mantan Sekretaris Menpora), dan Rp 20 miliar untuk Menpora," kata Nazaruddin pada Rabu (7/11).
Nazaruddin mengungkapkan, Mahyuddin berperan dalam mengamankan penganggaran proyek Hambalang di Komisi X DPR.
Dalam kasus korupsi Hambalang, KPK telah menetapkan mantan Kepala Biro Perencanaan dan Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar dan mantan Menpora Andi Alfian Mallarangeng sebagai tersangka.
Keduanya disangkakan Pasal 2 ayat 1, pasal 3 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat ke (1) ke-1 KUHP mengenai perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara; sedangkan pasal 3 mengenai perbuatan menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara.
Pada 2009, anggaran pembangunan proyek diusulkan menjadi sebesar Rp1,25 triliun sedangkan pada 2010 kembali diminta penambahan kebutuhan anggaran menjadi Rp1,175 triliun melalui surat kontrak tahun jamak dari Kemenkeu.
Dari kebutuhan anggaran sebesar Rp 1,175 triliun, hanya Rp 275 miliar yang mendapat pengesahan. Jumlah itu berasal dari APBN 2010 sebesar Rp 125 miliar dan tambahan Rp 150 miliar melalui APBN-Perubahan 2010.
Anggaran tersebut bahkan bertambah menjadi Rp2,5 triliun karena ada pengadaan barang dan jasa.
(D017/M019)
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013