Jakarta (ANTARA) - Kementerian Sosial (Kemensos) memaparkan sejumlah langkah untuk mendukung percepatan penanganan guna mendorong pencapaian nol persen kemiskinan ekstrem pada tahun 2024 dalam dalam ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC) Knowledge Forum 2023 di Bali.
Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Robben Rico dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Selasa, menyatakan Kemensos turut berperan dalam penanganan kemiskinan ekstrem melalui program-program bantuan sosial (bansos) dan sebagainya, serta bersinergi secara internal maupun eksternal.
“Pada dasarnya, Kemensos mendukung percepatan penanganan kemiskinan ekstrem sebagai upaya mendorong pencapaian nol persen pada tahun 2024, sebagaimana diamanatkan Bapak Presiden Joko Widodo,” kata Robben
Merujuk arahan Menteri Sosial Tri Rismaharini yang telah menggariskan kebijakan yang meneguhkan komitmen penanganan kemiskinan ekstrem, secara internal Kemensos berupaya meningkatkan pendapatan masyarakat melalui program kewirausahaan, dengan program Pahlawan Ekonomi Nusantara (PENA) dan Sentra Kreasi ATENSI (SKA).
Baca juga: Indonesia targetkan akhiri kemiskinan ekstrem lebih cepat dari SDGs
Baca juga: Pemkab Aceh Jaya gandeng IPB University entaskan kemiskinan ekstrem
“Peningkatan pendapatan itu, juga diupayakan melalui kesempatan kerja, dengan kerja sama penempatan Penerima Manfaat (PM) dan memberikan kesempatan kepada PM untuk terlibat dalam perakitan alat bantu aksesibilitas bagi penyandang disabilitas,” kata dia.
Kedua, peningkatan standar hidup layak melalui program Rumah Sejahtera Terpadu (RST) dan penyediaan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa).
Ketiga, pemenuhan kebutuhan dasar melalui program permakanan bagi lansia dan penyandang disabilitas yang tidak berdaya dengan memberdayakan masyarakat sebagai penyedia dan penyalur makanan.
Dia menambahkan, untuk menekan angka kemiskinan ekstrem, sinergi eksternal juga dilakukan Kemensos melalui kerja sama dengan Corporate Social Responsibility (CSR)/dunia usaha.
“Selain CSR, kami juga kerap menjalin kerja sama dengan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KUKM), Pembiayaan Ultra Mikro, Kredit Usaha Rakyat (KUR), PT Pegadaian, PT PNM, PT Bahana Arta Ventura, dan Ditjen Perbendaharaan Kemenkeu,” ungkap Robben.
Adapun untuk pengurangan beban pengeluaran, dilakukan melalui berbagai macam program bansos yang pelaksanaannya diamanahkan kepada Kemensos. "Program bansos itu kita upayakan untuk tepat sasaran," katanya.
Ia menjelaskan formula yang diimplementasikan pemerintah saat ini untuk menurunkan angka kemiskinan itu adalah dengan memisahkan data kemiskinan ekstrem melalui leveling/peringkatan.
“Ada tiga level terbawah yang dianggap sebagai domain dari miskin ekstrem. Mereka yang termasuk ke dalam miskin ekstrem di data by name by address (BNBA)," katanya.
Data dari BKKBN lantas dipadukan dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kemensos, kemudian dipadankan lagi dengan data Kemendes, dan masih dilakukan cek ulang dengan data Dukcapil.
Hal ini tertera dalam Instruksi Presiden RI No. 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem kepada beberapa Menteri bawahannya, salah satunya Mensos.
Dalam hal ini, Mensos memiliki tugas untuk melakukan verifikasi dan validasi pemutakhiran DTKS sebagai data dasar dan sumber utama dalam penetapan penerima manfaat program percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem, menyalurkan bansos dan melakukan pemberdayaan ekonomi kepada target sasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem sesuai dengan hasil asesmen, dan mengelola data penyaluran bansos, serta data kondisi para penerima manfaat.
Robben juga mengungkapkan berdasarkan data dari Bank Dunia, tingkat kemiskinan di ASEAN mengalami penurunan pada tiga dekade terakhir.
Pada 1990-an, tingkat kemiskinan negara-negara di ASEAN berada pada rentang angka 30-58 persen. Pada 2020, angka ini turun menjadi di bawah 10 persen, sedangkan, Indonesia saat ini berada di posisi 9,7 persen.
Penurunan yang signifikan, dikatakan Robben, juga terjadi pada tingkat kemiskinan ekstrem dalam tiga dekade terakhir. “Pada 1990-an, kemiskinan ekstrem di ASEAN mencapai 49 persen. Tiga dekade kemudian, tingkat kemiskinan ekstrem di ASEAN sudah berada di bawah 5 persen pada 2020,” katanya.
Bahkan, lanjutnya, sudah ada yang mencapai 0 persen, yaitu Singapura, Malaysia, dan Thailand. “Sedangkan, Indonesia saat ini berada di posisi 4 persen atau sekitar 5 juta masyarakat Indonesia masih berada dalam kondisi miskin ekstrem,” paparnya.
Untuk mengantisipasi lonjakan kemiskinan terjadi kembali, Pemerintah Indonesia menerapkan sinergi dan keterpaduan antara pemerintah pusat dan daerah, serta merangkul civitas akademika maupun lembaga non pemerintah dan masyarakat.
Menurutnya, upaya tersebut telah berhasil menekan laju angka kemiskinan menjadi 10,14 persen di September 2020 dan pada Maret 2022 sudah mencapai angka 9,76 persen.
Upaya penurunan angka kemiskinan ekstrem ini dipaparkan dalam ASCC Knowledge Forum yang diselenggarakan di Pulau Dewata. Agenda gelaran oleh Kemenko PMK ini menjadi salah satu rangkaian acara Keketuaan Indonesia dalam ASEAN 2023 dan puncak KTT ASEAN 2023.
Forum ini menjadi sarana bertukar pikiran dan pengalaman antar negara-negara ASEAN bagi para pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan, baik tingkat pusat dan daerah dalam upaya bersama untuk percepatan pengentasan kemiskinan ekstrem di ASEAN.
Melalui forum ini juga diharapkan didapatkan gagasan dan rumusan cerdas langkah-langkah strategis penanganan kemiskinan yang lebih adaptif,inklusif dan berkelanjutan.
Mengusung tema Addressing Gaps and Rethinking Pathways to Eradicate Poverty in ASEAN, agenda ini menghadirkan 50 orang peserta yang berasal dari Kementerian/Lembaga Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Non Pemerintah/Pembangunan Internasional, dan Civitas Akademika.*
Baca juga: Dinkes Papua Barat revitalisasi 1.052 Posyandu untuk tangani stunting
Baca juga: Banjarmasin sulit telusuri ribuan KK miskin ekstrem sesuai data pusat
Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023