"Saya memiliki ratusan mimpi dan alhamdulillah sejumlah mimpi saya sudah terwujud, termasuk menerbitkan buku ini," kata Winda, mahasiswa Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB), dalam acara bedah buku di SMAN 1 Tenggarang, Bondowoso, Minggu.
Winda yang sejak SMP sudah menulis banyak novel serta cerpen ini tampil bersama dengan Erfan Nuryadi untuk membedah dua buku tulisan mereka. Kedua buku itu adalah "Sang Penabur Mimpi" dan "Anak Kuli Jadi Insinyur".
Senada dengan Winda, Erfan yang merupakan lulusan Akademi Teknologi Industri Padang (ATIP), juga mengungkapkan perlunya menulis mimpi-mimpi itu dalam sebuah buku. Bahkan, bujangan yang kini menekuni hipnoterapi itu menyebut buku mimpi itu sebagai "kertas ajaib".
"Cobalah adik-adik lakukan itu, insya Allah dengan ditulis akan lebih memiliki kekuatan untuk mewujudkan mimpi itu. Kalau perlu, mimpi-mimpi itu ditempelkan di mana saja adik-adik sering berada. Misalnya, di tempat konser, yakni di kamar mandi," katanya tertawa.
Kedua buku berwarna cokelat itu merupakan kisah perjuangan mereka menggapai mimpi untuk bisa melanjutkan studi, padahal secara ekonomi mereka memiliki masalah. Winda misalnya yang lahir dari ibu sebagai buruh di gudang tembakau dan ayahnya juga buruh mebel. Sementara Erfan masih lebih beruntung karena ayahnya sebagai pegawai negeri, meskipun berpangkat rendah.
Meskipun serba dalam keterbatasan, keduanya tidak pernah memupuskan mimpi-mimpinya untuk kuliah di kampus berkualitas. Winda, yang secara logika sulit untuk menempuh studi di ITB yang merupakan perguruan tinggi terkemuka di negeri ini, akhirnya mampu mewujudkan mimpi, bahkan tanpa biaya.
"Setelah saya lihat kembali catatan saya ketika April 2009 saya menulis di buku harian kira-kira begini. Setahun lagi saya sudah tinggal di Bandung. Eh, setahun kemudian atau Mei 2010, saya betul-betul kuliah di ITB. Alhamdulillah saya kuliah di ITB dengan beasiswa penuh," katanya.
Pada kesempatan itu, keduanya mengemukakan peran seorang guru BK yang dulunya mengajar di SMAN 1 Tenggarang dalam memompa semangat untuk maju. Di saat yang sama justru ada guru yang justru melemahkan semangat Winda.
Winda mengemukakan bahwa masih banyak mimpi-mimpi yang harus dia wujudkan, termasuk berkeliling dunia dan memiliki penerbitan sendiri sehingga bisa membantu banyak orang yang kreatif untuk menerbitkan tulisannya.
Baik Erfan maupun Winda mengakui bahwa dalam perjalanan mewujudkan mimpi-mimpi akan selalu berhadapan dengan kendala. Namun, kendala itu justru harus dijadikan penguat untuk mewujudkannya. Dengan cara ditulis, komitmen untuk menghadapi segala rintangan juga akan semakin kuat. (M026/D007)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013