Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan bahwa skrining penyakit thalasemia yang dilakukan sebelum calon pengantin (catin) menikah sangat penting guna menghindari potensi bayi lahir dalam keadaan cacat.

“(Pemeriksaan thalasemia bagi catin) itu bagus. Keadaan sumber daya kita memang masih terbatas, tetapi kalau punya uang lebih silakan untuk periksa,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo ketika ditemui ANTARA usai menghadiri Rakortek Bidang KSPK BKKBN di Jakarta, Senin.

Sebagaimana pengertian menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes), thalasemia adalah kondisi kelainan darah merah bawaan yang diakibatkan dari berkurangnya rantai protein (goblin) pembentuk hemoglobin utama.

Penyakit tersebut membuat sel darah yang ada di dalam tubuh penderitanya mudah pecah. Penyakit ini tidak menular meskipun diturunkan oleh orang tua.

Baca juga: Kemenkes: Skrining kesehatan sebelum menikah cegah thalasemia pada anak

Terkait pemeriksaan penyakit, Hasto menuturkan skrining thalasemia sangat bermanfaat dalam mencegah bayi lahir dalam kondisi cacat karena bisa mengetahui adanya suatu kelainan dalam sel darah merah atau Hemoglobin (Hb), sebagai pemicu dari penyakit tersebut.

Menurut dia, thalasemia sangat berbahaya karena selain membuat bayi mengalami kecacatan, juga memicu gangguan pada darah yang menjadi salah satu penyebab anemia.

"Pemeriksaannya saat ini sedang digencarkan oleh Kemenkes terutama kepada keluarga kandung dari pasien thalasemia, supaya dapat melacak pembawa sifat thalasemia atau penderita thalasemia mayor," katanya.

Meskipun demikian, kata dia, kemungkinan skrining yang digencarkan tidak sebanyak upaya untuk menemukan penyakit dengan jumlah kasus yang lebih banyak seperti anemia. Sebab pemerintah membutuhkan lebih banyak dana agar bisa dilakukan di semua daerah.

Oleh karena itu, pemerintah akhirnya memutuskan untuk menentukan skrining penyakit mana yang harus lebih diprioritaskan berdasarkan prevalensi kejadian yang paling banyak di dalam masyarakat.

Baca juga: Kemenkes perkirakan 2.500 bayi lahir dengan talasemia per tahun

“Karena sumber daya kita terbatas, biasanya kita memakai prioritas, kalau di dunia kedokteran atau kesehatan itu diambil yang kasusnya paling banyak. Contoh kita skrining anemia itu dari 100 orang yang diperiksa pasti dapat 30 orang, berbeda dengan thalasemia yang persentase kasusnya lebih sedikit. Namun, kalau masyarakat merasa mampu (untuk skrining thalasemia) silakan karena bagus,” ujar Hasto.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Maxi Rein Rondonuwu menyatakan bahwa skrining kesehatan sebelum melangsungkan pernikahan dapat mencegah anak terkena penyakit thalasemia.

Kasus thalasemia sudah banyak ditemukan di Indonesia, sebagai salah satu negara yang terletak di wilayah “sabuk thalasemia”, diketahui melalui data milik Kemenkes sekitar 3-10 persen populasinya merupakan pembawa sifat thalasemia. Akibatnya 2.500 bayi yang baru lahir di Indonesia berpotensi terkena thalasemia mayor per tahunnya.

Hingga saat ini pun thalasemia belum bisa disembuhkan, namun dapat dicegah melalui skrining yang hanya dilakukan sekali seumur hidup, guna mengidentifikasi pembawa sifat atau carrier guna menghindari pernikahan antara sesama pembawa sifat terutama dalam keluarga di satu keturunan.

Baca juga: Pemerintah habiskan Rp2,78 triliun biaya rawat pasien thalasemia

“Jika kita bisa identifikasi dan edukasi para pembawa sifat agar tidak menikah dengan sesama pembawa sifat, kita bisa mencegah kelainan bayi thalasemia mayor karena setidaknya kemungkinan (anak terkena thalasemia) dari pernikahan itu 50 persen akibat pembawa sifat ini,” ujarnya.

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2023