Jakarta (ANTARA News) - Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto mengatakan, pemberlakuan peradilan umum bagi prajurit TNI yang melakukan tindak pidana umum, harus tetap mempertimbangkan aspek pembinaan satuan dan personil. "Peradilan umum, tidak mungkin menjatuhkan sanksi yang bersifat pembinaan bagi prajurit bersangkutan, terlebih lagi pembinaan satuan," katanya, kepada ANTARA News, usai melakukan kunjungan kerja ke Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa. Djoko menegaskan, TNI tidak bermaksud mengulur-ulur pembahasan mengenai RUU Peradilan Militer hanya saja ada beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan secara kompehensif jika peradilan umum harus dikenakan bagi prajurit yang melakukan pelanggaran umum. Salah satunya adalah aspek pembinaan personil dan satuan. Jika seorang prajurit diadili di peradilan umum, maka otomatis tidak ada lagi struktur komando antara dia dengan komandannya, setelah yang bersangkutan bebas. Padahal seorang komandan harus tahu di mana keberadaan anak buahnya secara pasti, dalam rangka pembinaan personil dan satuan. Selain itu, jika seorang prajurit diadili di peradilan umum, majelis hakim tidak dapat memecat yang bersangkutan, karena dinas kemiliterannya sangat dipengaruhi oleh penilaian pimpinan satuan tempat prajurit itu berdinas. "Seorang pimpinan satuan berhak mengusulkan sanksi berupa pemecatan, jika prajurit yang melakukan pelanggaran dinilai sudah tidak dapat dibina lagi. Ini tidak bisa dilakukan peradilan umum kepada prajurit TNI, meski terbukti melakukan tindak pidana umum. Jelas ini tidak memenuhi kebutuhan TNI dalam hal pembinaan personil dan astuan," tutur Panglima TNI. Karena itu, tambah dia, jika pemerintah dan parlemen ingin melakukan perubahan terhadap UU No31 1997 tentang Peradilan Militer, maka itu harus mempertimbangkan berbagai aspek hukum formal dan material, salah satunya yang menyangkut pembinaan personil dan fungsi komando pengendalian. "TNI tidak menutup mata terhadap ketentuan yang tertuang dalam UU No.34/2004 tentang TNI, TAP MPR VII/2000 mengenai peran TNI dan Polri," katanya. Karena itu, pemerintah dan parlemen terus melakukan pembahasan, agar perubahan itu tidak berseberangan dengan aturan hukum yang telah ada. Berdasarkan UU No 31/1997, subyek tindak pidana militer adalah militer, Polri, serta nonmiliter (yang tersangkut kasus militer). Namun, Tap MPR No VII/MPR/2000 Pasal 7 Ayat (4) tegas menyatakan anggota Polri tunduk kepada kekuasaan pengadilan umum. Atau Pasal 3 Ayat (4) tercantum: Prajurit TNI tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum militer dan tunduk kepada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006