Medan (ANTARA) - Pemberdayaan jaringan pedesaan perlu dibentuk di Negara-Negara ASEAN atau ASEAN Village Network , karena hal ini sangat penting untuk pengembangan ekonomi sosial secara terbuka bagi negara yang tergabung di ASEAN.
"Melalui KTT ASEAN ini setidaknya Indonesia dapat menjadi model pengembangan desa menuju desa yang maju dengan mengembangkan semua potensi alam yang ada di desa itu untuk kemakmuran," kata Pemerhati Bidang Pendidikan, Sosial, dan Budaya Universitas Negeri Medan (Unimed) Prof Dr Khairil Ansari, M.Pd, di Medan, Senin.
Hal itu dikatakannya ketika diminta tanggapan mengenai Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke- 42 pada tanggal 9-11 Mei 2023 di Labuhan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Indonesia sendiri memiliki 74.000 desa yang menempati berbagai kategori yaitu desa mandiri, maju, berkembang, di bawah berkembang, dan terbelakang. Data tahun 2022 ini menunjukkan status desa berkembang hampir 33.892 desa di Indonesia.
Pemerintah sudah memprioritaskan sejak Presiden RI Joko Widodo mengucurkan dana desa hampir triliunan. Total anggaran dana desa Rp 468,9 triliun dan untuk tahun 2023 ini meningkat ditambah Rp 70 triliun.
Baca juga: Indonesia bangun Jejaring Desa ASEAN dukung pembangunan kawasan
Baca juga: Kemendes PDTT: Pelokalan SDGs tingkat desa disepakati ASEAN
Menurut Khairil, selain itu juga untuk mengentaskan orang miskin yang ada di desa sehingga mereka tidak terfokus menuju perkotaan sebagai impian mengubah nasibnya selama ini.
Namun yang perlu disiapkan SDM desa itu agar bertumbuh dan berkembang sehingga dapat memetakan secara analisis kebutuhan desa dalam mengurai potensi apa yang harus digerakkan di desa tersebut.
"Pembangunan dengan berfokus pada pedesaan sangat mendesak dilakukan karena menurut data Biro Pusat Statistik masalah kemiskinan itu sebagian besar berada di pedesaan," ucapnya.
Khairil menyebutkan faktor yang menyebabkan terjadinya kemiskinan itu antara lain, terbatasnya akses masyarakat pedesaan terhadap sumber daya ekonomi, ketimpangan akses hak atas akses pendidikan dan kesehatan, dan distribusi pendapatan yang kurang efektif karena terbatasnya akses pada fasilitas.
Solusi dari penyebab kemiskinan struktural itu diselesaikan dengan pola kebijakan pembangunan pedesaan yang inklusif. Pola inklusif yang dimaksudkan ini adalah pembangunan dan pengembangan sebuah lingkungan yang terbuka dengan melibatkan semua elemen. Termasuk selama ini kalangan yang terpinggirkan.
"Jadi masyarakat di desa itu merupakan subjek bukan objek pembangunan sekaligus mitra pemerintah desa dalam menjalankan program yang di tawarkan," katanya.
Ia mengatakan upaya ke arah itu telah menunjukkan beberapa keberhasilan dengan sudah terbukanya akses di pedesaan dengan membangun infrastruktur berupa prasarana jalan di desa sehingga percepatan transportasi akan meningkatkan daya jual dan hasil panen dari desa.
Program pro masyarakat bawah di pedesaan juga disalurkan dalam bentuk PKH, JKN/PBI, dana desa, KIP, beasiswa bidik misi sehingga masyarakat miskin mendapatkan akses untuk melanjutkan pendidikan walaupun mereka tidak memiliki biaya pendidikan.
"Kehadiran Revolusi Industri 4.0 selaras dengan pola kebijakan pembangunan pedesaan yang inklusif," ucapnya.
Khairil menjelaskan Kemendikbudristek juga dengan program Merdeka Belajar di jenjang pendidikan tinggi juga menetapkan satu semester di luar program kuliah kerja nyata mahasiswa turun ke desa membantu proyek di desa dengan memberikan pengetahuan dan skill dalam berbagai disiplin ilmu sesuai dengan yang sedang di pelajarinya.
"Jadi upaya membuat digitalisasi desa dengan membuat jejaring antardesa akan dapat mempercepat kemajuan satu desa yang masih tergolong sedang berkembang," katanya.
Ia mengatakan desa hendaklah menjadi basis pembangunan ke depan. Semua negara anggota ASEAN kecuali Singapura adalah terdiri atas desa atau kampung. Apabila pembangunan digerakkan melalui pedesaan ini tentu akan mengurangi tingkat kemiskinan satu desa dan desa lain.
Khairil menambahkan otomatis angka kemiskinan akan berkurang dan selanjutnya mereka akan berpindah menjadi desa yang maju dan mandiri.
Untuk itu perlu kolaborasi antara negara-negara ASEAN ini bertukar pengalaman membangun desanya dengan berbagai model sehingga akan diperoleh kombinasi model pembangunan pedesaan yang mumpuni.
"Semoga KTT ASEAN yang salah satu agendanya akan menghasilkan dokumen Membangun Jejaring Pedesaan di antara negara ASEAN dapat menghasilkan program konkrit yang dapat diimplementasikan tidak hanya di atas dokumen, tetapi dapat menjadi aksi nyata setelah berakhirnya KTT ASEAN ini," kata Guru Besar Unimed itu.
Baca juga: "Homestay" desa wisata Aceh raih penghargaan ASEAN Tourism 2023
Baca juga: Deputi ASEAN apresiasi Indonesia bangun perbatasan berbasis SDGs Desa
Pewarta: Munawar Mandailing
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2023