Jakarta (ANTARA News) - Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alfian Mallarangeng memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai saksi dalam penyidikan kasus korupsi pembangunan proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Bukit Hambalang, Jawa Barat.
"Pagi ini saya memenuhi panggilan KPK sebagai saksi untuk tersangka Deddy Kusdinar. Tugas saya adalah menjelaskan apa yang ingin diketahui oleh KPK," kata Andi Mallarangeng saat datang ke KPK tepat pukul 10.00 WIB, Jumat.
Andi yang mengenakan baju batik cokelat dan celana warna hitam tersebut datang ke KPK didampingi pengacaranya Luhut Pangaribuan dan Harry Pontoh serta adiknya Rizal Mallarangeng.
Andi juga mengaku membawa bahan-bahan yang dapat membantu KPK mengungkapkan kasus tersebut.
"Bersama dengan ini, adik saya dan tim Elang Hitam membawakan bahan-bahan untuk membantu KPK mengusut kasus ini, sedangkan hal-hal yang lebih teknis silakan tanyakan kepada pengacara saya," tambah Andi.
Pengacara Andi, Luhut Pangaribuan, mengatakan bahwa kliennya akan memberikan keterangan sejelas-jelasnya.
"Dia akan memberikan keterangan sejelas-jelasnya, apa yang dilihat, didengar, dan dialami, selanjutnya ada juga tim Elang Hitam yang mengumpulkan data secara independen yang akan diberikan untuk membantu KPK menemukan kebenaran materi," kata Luhut.
KPK telah menetapkan Andi sebagai tersangka sejak 3 Desember berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik-46/01/12/2012 karena dianggap melakukan penyalahgunaan wewenang dalam proses pengadaan barang dalam pembangunan P3SON Hambalang.
Baik Andi selaku Pengguna Anggaran (PA) maupun Deddy Kusdinar selaku Pejabat Pembuat Komitmen saat proyek itu dilaksanakan, disangkakan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang perbuatan memperkaya diri yang dapat merugikan keuangan negara.
Pasal 3 UU tersebut mengenai perbuatan menguntungkan diri dan penyalahgunaan kewenangan yang dapat merugikan negara.
Ancaman pidana dari pelanggaran pasal tersebut adalah maksimal 20 tahun penjara dengan denda paling banyak Rp1 miliar.
(D017/D007)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013