Setelah delapan tahun melakukan perompakan, saya memutuskan meninggalkan kehidupan itu dan berhenti, dan mulai hari ini saya tidak akan terlibat dalam kegiatan geng ini,"
Mogadishu (ANTARA News) - Salah satu perompak paling kondang Somalia yang terkenal dengan sebutan "Mulut Besar" menyatakan pensiun setelah bertahun-tahun menteror Lautan India dan menghasilkan uang tebusan jutaan dolar dalam pembajakan kapal.
"Setelah delapan tahun melakukan perompakan, saya memutuskan meninggalkan kehidupan itu dan berhenti, dan mulai hari ini saya tidak akan terlibat dalam kegiatan geng ini," kata Mohamed Abdi Hassan, yang dikenal sebagai "Afweyne" atau "Mulut Besar", kepada wartawan pada Rabu larut malam.
Afweyne tidak memberikan alasan atas keputusannya meninggalkan perompakan, namun ketika berbicara pada sebuah acara di daerah Adado, Somalia tengah, ia menyatakan berusaha membujuk perompak-perompak lain agar mengikuti jejaknya.
"Saya juga mendorong banyak rekan saya agar meninggalkan perompakan dan mereka melakukannya," kata Afweyne, yang diperkirakan berusia 50-an tahun.
Pengumumannya itu disampaikan di tengah penurunan tajam jumlah serangan perompak di Somalia, setelah peningkatan patroli angkatan laut dan tim-tim pengawal bersenjata di kapal di kawasan Teluk Aden dan Lautan India.
Tahun lalu Afweyne disebut-sebut sebagai "salah satu pemimpin paling terkenal dan berpengaruh" di kawasan perompak Hobyo, Somalia, dalam sebuah laporan yang diterbitkan Kelompok Pemantau PBB mengenai Somalia dan Eritrea.
Afweyne, yang putranya juga seorang komandan perompak yang banyak ditakuti, terlibat dalam pembajakan kapal minyak Sirius Star milik Arab Saudi pada 2008, yang dibebaskan setelah pembayaran uang tebusan jutaan dolar.
Anak buah Afweyne atau putranya juga terlibat dalam pembajakan 2008 kapal MV Faina, sebuah kapal angkut Ukraina yang membawa 33 tank tempur era Uni Sovyet yang diperbarui, yang dibebaskan setelah penahanan 134 hari dengan uang tebusan tiga juta dolar.
Afweyne juga terlibat dalam serangkaian serangan terhadap kapal-kapal yang membawa bantuan Program Pangan Dunia bagi negaranya yang miskin dan dilanda perang.
Perompak yang beroperasi di lepas pantai Somalia meningkatkan serangan pembajakan terhadap kapal-kapal di Lautan India dan Teluk Aden meski angkatan laut asing digelar di lepas pantai negara Tanduk Afrika itu sejak 2008.
Kapal-kapal perang asing berhasil menggagalkan sejumlah pembajakan dan menangkap puluhan perompak, namun serangan masih terus berlangsung.
Perairan di lepas pantai Somalia merupakan tempat paling rawan pembajakan di dunia, dan Biro Maritim Internasional melaporkan 24 serangan di kawasan itu antara April dan Juni tahun 2008 saja.
Angka tidak resmi menunjukkan 2009 sebagai tahun paling banyak perompakan di Somalia, dengan lebih dari 200 serangan -- termasuk 68 pembajakan yang berhasil -- dan uang tebusan diyakini melampaui 50 juta dolar.
Kelompok-kelompok bajak laut Somalia, yang beroperasi di jalur pelayaran strategis yang menghubungkan Asia dan Eropa, memperoleh uang tebusan jutaan dolar dari pembajakan kapal-kapal di Lautan India dan Teluk Aden.
Patroli angkatan laut multinasional di jalur pelayaran strategis yang menghubungkan Eropa dengan Asia melalui Teluk Aden yang ramai tampaknya hanya membuat geng-geng perompak memperluas operasi serangan mereka semakin jauh ke Lautan India.
Dewan Keamanan PBB telah menyetujui operasi penyerbuan di wilayah perairan Somalia untuk memerangi perompakan, namun kapal-kapal perang yang berpatroli di daerah itu tidak berbuat banyak, menurut seorang menteri Puntland.
Pemerintah transisi lemah Somalia, yang saat ini menghadapi pemberontakan berdarah, tidak mampu menghentikan aksi perompak yang membajak kapal-kapal dan menuntut uang tebusan bagi pembebasan kapal-kapal itu dan awak mereka.
Perompak, yang bersenjatakan granat roket dan senapan otomatis, menggunakan kapal-kapal cepat untuk memburu sasaran mereka.
Somalia dilanda pergolakan kekuasaan dan anarkisme sejak panglima-panglima perang menggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991. Selain perompakan, penculikan dan kekerasan mematikan juga melanda negara tersebut.
(M014)
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013