Surabaya (ANTARA) - Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Jawa Timur dr Sjamsul Arief mengatakan bahwa masih banyak anak yang menderita campak di wilayah setempat.

"Banyak anak sakit campak. Tidak hanya di Puskesmas, ya, di pelayanan kesehatan swasta pun banyak yang campak. Tidak ada nol kasus," kata dr. Sjamsul di Surabaya, Ahad.

Campak menjadi kasus yang menonjol jika dibandingkan kasus-kasus lainnya. Sebab, menurutnya campak paling cepat terjadi gejalanya.

"Kalau TBC tidak ada gejalanya, pelan-pelan. Kalau campak itu sakit kemarin, pekan depan sudah kelihatan gejalanya," ujarnya.

Baca juga: Dinkes Jatim: Madura jadi daerah dengan kasus campak tertinggi

Baca juga: Capaian BIAN di Jatim bukti upaya preventif lindungi anak

Sjamsul menjelaskan bahwa penyakit campak juga akan sangat berbahaya jika terjadi komplikasi. Dampaknya, seperti dapat menyebabkan diare berat hingga kematian.

Diketahui, komplikasi umum yang biasanya dialami akibat campak adalah infeksi telinga dan diare. Sedangkan komplikasi seriusnya adalah pneumonia dan ensefalitis atau radang otak.

"Campak itu bisa sangat berat, bisa meninggal juga, pneumonia itu terutama. Atau diare, dehidrasi," ujar Sjamsul.

Sementara itu, pada awal 2023 lalu kasus campak rubela di delapan daerah di Jatim mengalami peningkatan. Di antaranya Kota Batu, Bangkalan, Magetan, Sampang, Pamekasan, Sumenep, Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Probolinggo.

Pemprov Jatim telah meminta kepada masyarakat untuk mewaspadai penyakit campak pada anak dengan melengkapi status vaksinasi campak rubella (MR) pada anak.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jatim dr Erwin Astha Triyono telah menyediakan logistik berupa vaksin MR untuk pelaksanaan Outbreak Respons Immunization (ORI) di kabupaten/kota yang membutuhkan.

"Selain itu, untuk mencegah meluasnya PD3I (Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi), Gubernur Jatim juga telah mengeluarkan surat kewaspadaan KLB PD3I," kata dia.*

Baca juga: IDAI: Kesehatan anak-anak bukan hal yang bisa dinegosiasikan

Baca juga: Cakupan imunisasi yang meningkat bisa kurangi polio hingga tetanus

Pewarta: Willi Irawan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023