Komitmen yang ada sekadar komitmen yang ditegaskan ke mana-mana, fakta di lapangan justru menunjukkan beragam kebijakan kabinet justru berimplikasi pada penggembosan jalan menuju swasembada,"
Jakarta (ANTARA News) - Nahdlatul Ulama (NU) menilai semangat mewujudkan swasembada pangan telah dicederai oleh kegemaran mengimpor enam komoditas strategis dari luar negeri.
"Komitmen yang ada sekadar komitmen yang ditegaskan ke mana-mana, fakta di lapangan justru menunjukkan beragam kebijakan kabinet justru berimplikasi pada penggembosan jalan menuju swasembada," kata Ketua Lembaga Perekonomian NU Mustolihin Majid di Jakarta, Rabu.
Ia mengemukakan hal itu saat bersama jajaran Pengurus Besar NU menyampaikan refleksi 2012 dan outlook 2013.
Dikatakannya, berdasarkan kajian dan dinamika yang terjadi bisa disimpulkan bahwa semangat swasembada telah digerogoti dan dicederai sendiri.
"Secara sengaja kegagalan produksi dipelihara untuk melanggengkan importasi yang penuh rejeki," katanya.
Menurut Mustolihin, syahwat untuk mengimpor bahan pangan tersebut didorong oleh kalangan importir strategis yang secara sistemik mengupayakan gerakan impor.
"Fenomena akal-akalan kelangkaan pangan dibuat dan dipertontonkan secara terbuka dalam krisis kedelai, daging sapi, garam, dan beras," katanya.
Menurut dia, per 16 Oktober 2012 impor beras mencapai 1,95 juta ton, jagung 2 juta ton, kedelai 1,9 juta ton, daging sapi setara dengan 900 ribu ekor sapi, gula 3,06 juta ton, dan teh senilai 11 juta dolar AS.
"Di tengah negara lain berjuang pada sektor agribisnis, termasuk Amerika Serikat, justru kekayaan kita yang berbasis pada agribisnis kita gerogoti sendiri," katanya.
Ketua PBNU Prof Mochammad Maksum Machfoedz menambahkan, potensi produktivitas menuju swasembada komoditas strategis sebenarnya sangat optimistis bagi Indonesia.
"Sayangnya demoralisasi terjadi sangat transparan dan sistematis dengan kejangkitan degaramisasi sampai dekedelaisasi," kata Maksum.
Menurut guru besar Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada Yogyakarta itu, serangkaian inkonsistensi sikap kabinet telah terjadi pada semua kasus komoditas strategis.
"Krisis konsistensi kebijakan terjadi sebagai produk tarik-menarik antara Kabinet Indonesia Bersatu II dengan para komprador yaitu sedikit pelaku ekonomi yang selama ini menikmati rente ekonomi importasi," katanya.
Dikatakannya, ketergantungan pangan nasional akan semakin akut jika penggembosan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dan swasembada tidak segera ditanggulangi.
(S024/Z002)
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013