Ilustrasi pertandingan chinlone pada SEA Games 2019 di Myanmar. (9/12/2013)(AFP/YE AUNG THU)

Chinlone

Dalam bahasa Myanmar chinlone berarti keranjang bundar. Olahraga yang memerlukan kerjasama tim itu sangat populer di negara asalnya itu.

Saking tenarnya olahraga itu, festival chinlone di Myanmar pernah berlangsung selama lebih dari satu bulan dan diikuti lebih dari seribu tim.

Chinlone merupakan keluarga sepak bola dan mirip dengan sepak takraw.

Asal muasal chinlone kemungkinan ada hubungannya dengan permainan kuno China bernama cuju atau tsu chu, yang diakui oleh FIFA sebagai bentuk sepak bola tertua di dunia.

Chinlone juga berkaitan dengan keluarga olahraga lainnya yang dimainkan dengan menendang kok, dikenal sebagai jianzi di China dan jegichagi di Korea.

Karena keistimewaan chinlone, peraturan harus dibuat agar permainan itu bisa menjadi kompetisi dan dipertandingkan pertama kalinya pada SEA Games 2013 di Naypyidaw.

Dalam setiap pertandingan, dua tim masing-masing tampil dalam set selama sepuluh menit.

Dalam chinlone, enam pemain berdiri dalam arena berbentuk lingkaran berupaya menjaga bola tidak jatuh ke tanah lewat sentuhan-sentuhan akrobatik, terkadang juga anggun seperti penari, dengan kaki, lutut atau kepala mereka.

Satu pemain berdiri di tengah lingkaran (zona poin) berupaya menjaga bola tidak jatuh dengan mengeksekusi gerakan-gerakan yang ditentukan, sebelum meneruskan bola kepada pemain lainnya.

Poin diberikan apabila seluruh enam pemain telah sukses menjaga bola tak jatuh ke tanah.

Tim dengan poin terbanyak memenangi set, dan mereka yang memenangi dua set lebih dulu keluar sebagai juaranya.

Baca juga: Mengenal Kamboja dari masa ke masa di tengah pusat ibu kota
Baca juga: CdM SEA Games Kamboja merinci potensi Indonesia kehilangan 39 emas

Pewarta: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2023