Kalau kesehatan anak sudah cacat sudah tidak ada nilainya

Jakarta (ANTARA) - Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyatakan bahwa kesehatan anak-anak bukan suatu hal yang bisa dinegosiasikan dan harus selalu dijaga supaya bisa tumbuh dan berkembang dengan lebih optimal.

“Kesehatan anak itu tidak ternilai, kita tidak mau anak kita kehilangan fungsi kesehatannya, mengalami kecacatan apalagi meninggal dunia. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk kembali meningkatkan pemahaman kita soal pentingnya imunisasi,” kata Ketua Pengurus Pusat IDAI Piprim Basarah Yanuarso dalam Seminar Media bertajuk: Ayo Lindungi Diri, Keluarga dan Masyarakat dengan Imunisasi Lengkap yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.

Piprim menuturkan menyoroti saat ini banyak Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) timbul kembali menyerang anak-anak. Beberapa di antaranya adalah polio, campak hingga difteri.

Sejumlah penyakit yang diduga hanya muncul di satu daerah pun, kini kasusnya sudah ditemukan menyebar ke daerah lain, seperti polio yang semula hanya ada di Aceh saat ini juga sudah ditemukan di Purwakarta.

Baca juga: IDAI: Perjalanan pascamudik sebabkan daya tahan tubuh anak menurun

Baca juga: IDAI sebutkan alasan orang tua di Aceh enggan imunisasi polio

Salah satu penyebab berbagai penyakit berbahaya itu muncul kembali adalah menurunnya cakupan vaksinasi, setelah seluruh dunia dihantam pandemi COVID-19 yang membatasi distribusi penyebaran vaksin pada semua anak terutama pada usia balita.

“Tidak usah turun sampai nol persen, turun menjadi 60 persen saja Kejadian Luar Biasa (KLB)-nya sudah muncul lagi. penyakit-penyakit itu muncul lagi, angka kesakitan dan kematian muncul lagi. Jadi diharapkan kita semua ikut berpartisipasi aktif dalam mengadvokasi supaya cakupan imunisasi ini kembali meningkat,” katanya.

Terlebih pandemi juga membuat pemahaman terkait pentingnya imunisasi pada anak mulai dilupakan atau menurun. Hal ini dinilai dapat membahayakan taraf hidup anak dan membengkaknya biaya yang harus ditanggung oleh keluarga bila tidak dilakukan langkah antisipasi sejak dini.

“Misalnya satu dosis vaksin campak setelah dihitung harganya hanya 1 dolar US atau Rp15 ribu. Tapi kalau sudah terkena campak dan terjadi komplikasi peradangan otak hingga paru, itu biayanya bisa Rp150 juta untuk pengobatan ventilator, masuk ICU dan lainnya. Kalau kesehatan anak sudah cacat (usaha kita) sudah tidak ada nilainya,” katanya.

Dengan melihat situasi pandemi yang semakin membaik, dirinya menilai sekarang adalah waktu yang tepat untuk kembali meningkatkan cakupan imunisasi. Sehingga kesehatan anak-anak bisa terlindungi hingga mencegah anak yang sudah terkena penyakit terhindar dari komplikasi.

Menurut dia imunisasi merupakan cara yang cepat, relatif murah dan efektif yang bisa memberikan keringanan penanganan ketika mengatasi penyakit yang menimpa anak.

Dengan demikian, jika kepercayaan masyarakat berhasil ditingkatkan kembali, maka program imunisasi yang dicanangkan pemerintah bisa berhasil menekan angka kematian bayi atau balita, dan anak-anak bangsa secara umum.

“Misalkan kalau ada pasien difteri, kita harus siapkan ruang isolasi, petugasnya harus pakai APD lengkap, harus datangkan antitoksinnya atau anti racunnya, fasenya sudah membaik tapi tiba-tiba meninggal karena jantungnya berhenti berdenyut. Jadi bicara masalah PD3I bukan bicara bagaimana tata laksana yang optimal, tapi bicara masalah pencegahannya,” kata dia.

Baca juga: IDAI: Suplemen tak bisa gantikan imunisasi

Baca juga: IDAI: Batuk pilek jangan jadi alasan tunda imunisasi anak

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2023