Pengguna kendaraan pribadi harus dipaksa keluar dari mobil
Jakarta (ANTARA) - Pengamat Transportasi dari Universitas Sugijapranata Djoko Setijowarno menilai, kemacetan di Jakarta akan selesai permanen bila mau menerapkan sistem jalan berbayar elektronik (electronic road pricing/ERP).
"ERP atau dikenal sebagai 'congestion charging' (pengisi kemacetan) adalah suatu metode pengendalian lalu lintas, yang bertujuan untuk mengurangi permintaan penggunaan jalan sampai kepada suatu titik dimana permintaan penggunaan jalan tidak lagi melampaui kapasitas jalan," ungkap Djoko saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis.
Menurut Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan dan Penguatan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat ini, ada beberapa manfaat ERP yakni mengurangi kemacetan lalu lintas, mempersingkat waktu tempuh, meningkatkan keselamatan lalu lintas dan merubah perilaku masyarakat dalam berlalu lintas.
Selain itu dari sisi hukum, lanjut Djoko, adalah penegakan hukum secara elektronik, memangkas birokrasi peradilan hukum terkait pelanggaran lalu lintas dan meningkatkan ketertiban masyarakat.
"Demikian juga dari sisi lingkungan, yakni untuk mengurangi kebisingan yang dihasilkan kendaraan dan menurunkan tingkat polusi udara yang berasal dari asap kendaraan bermotor," ungkap Djoko.
Baca juga: Pemprov DKI bahas aturan jam kerja untuk kurangi kemacetan Jakarta
Baca juga: Dishub DKI perbaiki ukuran jalan di Simpang Santa untuk urai kemacetan
Djoko mengatakan, ada beberapa keluhan dari oknum-oknum tertentu, seperti "perbaiki dulu angkutan umumnya sebelum berpikir soal ERP".
"Ini sanggahan orang yang menolak ERP Jakarta," katanya.
Sebaik apapun angkutan umumnya, lanjut Djoko, misalnya MRT yang sudah ada di seluruh sudut Jakarta, tetap saja tidak akan bisa mengalahkan nyamannya menggunakan mobil.
Karena, katanya, menggunakan mobil ada fleksibilitas, ruang privat, gengsi, status sosial, "door to door" dan lain-lain.
"Angkutan umum di Jakarta sudah cukup baik. Pengguna kendaraan pribadi harus dipaksa keluar dari mobil dan mau naik angkutan umum. Dengan ERP, masyarakat dipaksa rasional dalam memilih moda angkutan umum," tegas Djoko.
Baca juga: Polda Metro Jaya petakan titik rawan kemacetan di pintu keluar Jakarta
Baca juga: Kapolda Metro Jaya segera pecahkan persoalan kemacetan di Ibu Kota
Sebelumnya, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengatakan bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI bersama Dinas Perhubungan (Dishub) DKI sedang membahas pengaturan jam kerja kantor di Jakarta untuk mengurangi kemacetan.
Heru menjelaskan bahwa pihaknya sudah memiliki konsep jam masuk karyawan yang bisa dibagi menjadi dua sesi yaitu jam 08.00 WIB dan 10.00 WIB.
Menurut Djoko, pembagian jam masuk karyawan tidak menyelesaikan masalah kemacetan secara permanen.
"Pembagian jam kerja karyawan hanya menyasar mobilitas masyarakat dalam kerangka kerja sehari-hari," katanya.
Ia lalu, mempertanyakan, "bagaimana dengan mobilitas di lalu lintas dalam kebutuhan masyarakat yang lain? Belum lagi potensi lobi yang alot dengan perusahaan-perusahaan yang terdampak kebijakan pembagian jam kerja karyawan tersebut".
Baca juga: Pengamat: Pengaturan jam kerja hanya solusi sementara atasi kemacetan Jakarta
Baca juga: Indeks kemacetan DKI Jakarta naik posisi ke-29 kota termacet di dunia
Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2023