Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah mengusulkan kuota BBM bersubsidi 2007 sebesar 39,81 juta kiloliter atau mengalami penurunan 4,3 persen dibandingkan 2006 yang 41,58 juta kiloliter. Kepala BPH Migas Tubagus Haryono dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Senin mengatakan, penurunan kuota tersebut dengan asumsi berbagai program seperti substitusi minyak tanah ke elpiji dan briket, substitusi premium dan solar transportasi bersubsidi ke nonsubsidi, dan peningkatan pengawasan berjalan sesuai rencana. "Namun, apabila ternyata program tersebut tidak berjalan maka kuota bisa saja lebih besar," katanya. BPH memperkirakan kuota premium bersubsidi tahun 2007 mencapai 17,46 juta kiloliter atau naik 2,2 persen dibandingkan kuota 2006 sebesar 17,08 juta kiloliter, solar 12,84 juta kiloliter atau turun 11,5 persen ketimbang 2006 14,5 juta kiloliter, dan minyak tanah 9,51 juta kiloliter atau turun 4,9 persen dibandingkan 2006 yang 10 juta kiloliter. Kuota per sektor adalah premium transportasi 17,46 juta kiloliter, minyak tanah rumah tangga 9,51 juta kiloliter, minyak tanah usaha kecil 3,59 ribu kiloliter, solar transportasi 12,23 juta kiloliter, dan solar industri kecil 607,31 ribu kiloliter. Namun, berdasarkan realisasi penjualan BBM bersubsidi, BPH memperkirakan tahun 2006 mencapai 36,27 juta kiloliter dengan perincian premium 16,63 juta kiloliter, solar 9,99 juta kiloliter, dan minyak tanah 9,65 juta kiloliter. Tubagus mengatakan, asumsi perhitungan kuota BBM bersubsidi tahun 2007 untuk premium adalah kenaikan penjualan kendaraan bermotor enam persen, kenaikan konsumsi lima persen, peningkatan premium nonsubsidi 250 ribu kiloliter, dan penggantian "nozzle" (selang pengeluaran BBM di SPBU) untuk mobil 2.000 cc sebesar 1.388 kiloliter. Untuk solar, asumsinya adalah kenaikan kendaraan bermotor tiga persen, kenaikan kapal nelayan di atas 30 "gross" ton 1,199 juta kiloliter, kenaikan konsumsi solar usaha perikanan budidaya 525 ribu kiloliter, peningkatan penjualan solar transportasi nonsubsidi 365 kiloliter, dan kenaikan konsumsi usaha kecil 396 ribu kiloliter. Sedang asumsi minyak tanah adalah substitusi elpiji 351,2 ribu kiloliter, substitusi briket 25 ribu kiloliter, konsumsi omprongran tembakau 55 ribu kiloliter, dan pencegahan penyalahgunaan transportasi nelayan 100 ribu kiloliter. Tubagus melanjutkan, dalam bidang pengawasan, upaya BPH Migas antara lain mengharuskan pembeli BBM SPBU dalam jumlah besar memiliki identitas dan izin dari kelurahan atau instansi terkait. Selain itu, mewajibkan PT Pertamina (Persero) menyampaikan laporan penyaluran SPBU, dan melakukan uji petik ke SPBU yang rawan penyimpangan. "Kami juga menyiapkan sistem distribusi khususnya minyak tanah agar langsung diterima pihak yang berhak yakni rumah tangga dan usaha kecil," katanya. Menurut dia, hasil verifikasi volume penjualan BBM bersubsidi pada Januari 2006 berdasarkan perhitungan BPH Migas adalah 2,96 juta kiloliter, sedang Pertamina 3,15 juta kiloliter atau berselisih 185 ribu kiloliter. "Dari nilai subsidinya BPH Migas sebesar Rp4,1 triliun dan Pertamina Rp4,44 triliun atau selisih Rp332 miliar," katanya. Angka BPH Migas itu akan menjadi acuan bagi Departemen Keuangan dalam pencairan dana BBM bersubsidi.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006