"Terdakwa dalam bertindak di luar aturan yang berlaku sehingga terjadi abuse of power."

Jakarta (ANTARA News) - Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Merpati Nusantara (MNA), Hotasi Nababan, selaku terdakwa kasus tindak pidana korupsi (tipikor) penyewaan pesawat Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 dituntut penjara empat tahun dan denda Rp500 juta.

"Menuntut supaya majelis hakim tindak pidana korupsi memutuskan untuk menghukum terdakwa Hotasi Nababan empat tahun penjara dikurangi masa tahanan kota, dan memerintahkan agar terdakwa ditahan di rumah tahanan dengan ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan," kata jaksa penuntut umum (JPU), Franky Son, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin.

JPU menganggap bahwa Hotasi bersalah berdasarkan dakwaan subsider, yaitu melanggar pasal 3 jo pasal 18 Undang-Undang (UU) nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang perbuatan merugikan keuangan negara.

"Menyatakan terdakwa Hotasi Nababan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan dalam dakwaan primer dan meminta agar Hotasi dibebaskan dari dakwaan primer, tapi menyatakan terdakwa terbukti bersalah sebagaimana dakwaan subsider," jelas Franky.

Dakwaan primer Hotasi adalah pasal 3 jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU no 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang perbuatan memperkaya diri sendiri.

Sejumlah pertimbangan yang diungkapkan oleh jaksa adalah perbuatan Hotasi dalam pengadaan dua pesawat Boeing 737-400 dan Boeing 737-500, padahal tidak tercantum dalam rencana kerja anggaran perusahaan tahunan (RKAT).

"Terdakwa dengan sengaja melakukan penyewaan pesawat Boeing, walau tidak tercantum dalam RKAT 2006, terdakwa Hotasi Nababan juga tahu bahwa security deposit yang dikirim ke Hume digunakan untuk kepentingan lain selain sebagai jaminan," kata JPU.

Hotasi memberikan security deposit (uang jaminan) senilai satu juta dolar Amerika Serikat (AS) sebagai jaminan pembelian pesawat kepada perusahaan penyewaan pesawat Thirdstone Aircraft Leasing Group (TALG) melalui transfer langsung ke rekening kantor pengacara Hume and Associaties PC pada Bank Mandiri.

"Padahal, belum ada penandatangangan purchase agreement (perjanjian pembelian) antara TALG dengan East Dover Ltd selaku pemilik pesawat Boeing 737-500," ujar Franky Son.

Selain itu, menurut JPU, pembuatan Lease Agreement Summary of Term (LASOT) untuk security deposit hanya dilakukan sehari setelah perjanjian TALG dengan East Dover, padahal belum ada security agreement antara TALG dan East Dover.

"Sehingga, terdakwa Hotasi Nababan sudah tahu seharusya tidak membayarkan kepada TALG dan Hume karena hanya berdasarkan LASOT sebagai bentuk perjanjian jual beli dan bukan purchase agreement sebelum membayar security deposit," kata Franky.

Artinya, menurut jaksa, Hotasi tidak berhati-hati dalam melakukan pembayaran dan tanpa mendapatkan gambaran perusahaan peminjam pesawat TALG meski sudah meminta Lawrence Siburian sebagai pengacara untuk melakukan pengecekan.

"Terdakwa dalam bertindak di luar aturan yang berlaku sehingga terjadi abuse of power," katanya.

PT MNA sendiri melakukan upaya hukum terhada TALG dan berhasil mengembalikan 5.000 dolar AS, tapi menurut JPU, unsur kerugian negara tetap diberlakukan.

JPU juga menilai, unsur yang terbukti dalam tuntutan jaksa adalah unsur merugikan keuangan diri sendiri sebagaimana termuat dalam pasal 3 dalam dakwaan subsider dan bukan unsur memperkaya diri sendiri dalam pasal 2 dalam dakwaan primer.

TALG sendiri melakukan wanprestasi (mengingkari perjanjian) terhadap PT MNA karena uang sejuta dolar AS itu disalahgunakan oleh John C. Cooper senilai 810.000 dolar AS dari Hume dan Alan Messner dari TALG sebanyak 190.000 dolar AS.

Atas tuntutan JPU tersebut, Hotasi akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) pada Senin (21/1).
(T.D017)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2013