Jakarta, 7/1 (ANTARA) - Peluang usaha budidaya air tawar seperti komoditas patin kian berpotensi cerah untuk terus dikembangkan secara meluas. Hal ini turut didukung dengan tingginya permintaan ikan patin baik di pasar domestik maupun untuk pangsa ekspor. Maka dari itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) secara aktif terus mendorong pengembangan perikanan budidaya ikan air tawar, agardapat menjadi alternatif kegiatan usaha masyarakat. Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutradjo ketika menghadiri acara temu wicara dan panen patin di Desa Sumber Rejo, Kecamatan Kota Gajah, Kabupaten Lampung Tengah Provinsi Lampung, Senin (7/1).
Sharif menjelaskan, untuk mendukung upaya tersebut, KKP tengah menyiapkan berbagai kebijakan dan strategi agar kegiatan usaha perikanan budidaya semakin efektif dan efisien. Pasalnya, di dalam kegiatan usaha perikanan budidaya perlu sebuah upaya nyata dalam menekan biaya produksi serta meningkatnya kualitas mutu daging patin yang memenuhi persyaratan pasar ekspor. Beranjak dari hal tersebut, ia mendorong lembaga - lembaga penelitian dan pengembangan baik dari Perguruan Tinggi maupun dari lingkup KKP agar terus mengembangkan kajian teknologi terapan untuk menekan biaya produksi terutama penggunaan pakan dan benih unggul. Dalam kesempatan tersebut, Sharif menyampaikan apresiasinya terhadap kelompok pembudidaya ikan patin yang telah mampu membuat pakan ikan mandiri berbasis bahan baku lokal, sehingga dapat menekan ongkos produksi. Selain itu, langkah efisiensi budidaya patin lainnya dapat dilakukan dengan melakukan budidaya secara terintegrasi dari hulu sampai dengan hilir. Langkah tersebut dinilai mampu mengoptimalkan dari semua bagian ikan patin yang dihasilkan, untuk mendapatkan ragam produk mulai dari daging fillet patin, tepung ikan dari tulang dan kepala ikan patin, serta produk lainnya.
Hal tersebut sejalan dengan pengembangan budidaya berbasis Blue Economy yang saat ini tengah digalakkan KKP. Model bisnis perikanan budidaya (akuakultur) yang bersandar pada cara pandang Blue Economy merupakan usaha budidaya yang menerapkan pada empat prinsip utama yakni, zero waste, social inclusiveness, multi product serta inovasi dan adaptasi. Pengembangan budidaya berbasis Blue Economy memiliki berbagai keuntungan yang berorientasi pada nilai tambah seperti, keuntungan secara ekonomi dan lingkungan, ramah lingkungan, tanpa limbah, pemanfaatan sumber daya alam yang lebih efisien melalui kreasi dan inovasi teknologi adaptif, terciptanya produk turunan dengan nilai ekonomi yang tinggi, tersedianya lapangan kerja, serta memberikan peluang dan manfaat kepada berbagai pihak secara adil. Sebagai langkah nyata untuk meningkatkan produksi, pendapatan serta menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat, KKP menyalurkan bantuan langsung bagi Kabupaten Lampung Tengah sebesar total Rp. 3,4 miliar dan diberikan langsung oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo.
Seperti diketahui bersama, sejak 2012 KKP telah menetapkan empat komoditas industrialisasi, yaitu udang, bandeng, rumput laut dan patin sebagai model percontohan industrialisasi perikanan budidaya. Keempat komoditas tersebut memiliki potensi pengembangan yang cukup besar. Namun demikian, komoditi potensial lainnya seperti; nila, lele, kerapu, dan kakap akan terus dikembangkan berdasarkan konsep industrialisasi. Kegiatan usaha budidaya patin telah mengalami kemajuan pesat, terutama di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Berkembangnya budidaya patin ditopang oleh sumber daya perairan berupa sungai, danau, waduk maupun perkolaman, serta preferensi masyarakat yang memang suka mengkonsumsi ikan patin. Beranjak dari hal tersebut, maka capaian target produksi patin secara nasional sebesar 651.000 ton sangat signifikan untuk digapai.
Kendati demikian, besarnya potensi yang terdapat di perikanan budidaya masih belum dimanfaatkan secara optimal. Potensi tersebut dapat dilihat dari beberapa sektor pengembangan perikanan budidaya di atas lahan tambak, kolam, perairan umum, sawah dan laut. Sebagai catatan, tingkat pemanfaatan perikanan budidaya payau tambak yang baru dimanfaatkan seluas 682.857 hektar atau 23,04 persen dari potensinya sebesar 2,96 juta ha. Sementara untuk pemanfaatan budidaya laut, terhitung masih relatif rendah yaitu sekitar 117.649 hektar atau 0,94 persen dari potensi budidaya laut yang mencapai luasan 12,55 juta hektar. Di sisi lain potensi perikanan budidaya ini akan semakin besar, karena terdapat potensi budidaya air tawar seperti kolam 541.100 ha, budidaya di perairan umum 158.125 ha dan mina-padi 1,54 juta ha. Jika ditilik, dengan pemanfaatan potensi areal budidaya perikanan tersebut, mampu menghasilkan produksi ikan sebesar 6,28 juta ton di tahun 2011. Apabila potensi lahan budidaya perikanan ini dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan, maka peran dan peluang produksi perikanan di dalam pembangunan nasional untuk mensejahterakan masyarakat, menjadi semakin besar.
Seiring dengan itu, KKP akan lebih memfokuskan perhatiannya terhadap upaya untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan bagi masyarakat perikanan. Sebabnya, sektor perikanan budidaya semakin diandalkan dalam pemenuhan kebutuhan ikan, baik didalam negeri maupun kebutuhan dunia. Hal ini dikarenakan produksi perikanan tangkap harus dikendalikan pada batasan tertentu untuk menjaga kelestarian ikan di laut. Kebijakan industrialisasi perikanan yang saat ini tengah menjadi fokus perhatian KKP, merupakan sebuah kebijakan strategis dalam menggerakkan seluruh potensi perikanan, melalui pengembangan perikanan budidaya, perikanan tangkap dan pengolahan hasil produk perikanan. Kebijakan tersebut dilakukan melalui pengembangan komoditi unggulan untuk meningkatkan nilai tambah produk secara menyeluruh, mulai dari hulu sampai hilir, sehingga diharapkan akan berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Untuk keterangan lebih lanjut silakan menghubungi Indra Sakti, SE, MM, Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi,Kementerian Kelautan dan Perikanan,(HP. 0818159705)
Pewarta: Masnang
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2013