"Ini risiko dari penggunaan listrik aliran atas."
Bogor (ANTARA News) - Frekwensi petir yang tinggi di kawasan Bogor, Jawa Barat, menjadi salah satu penyebab gangguan sinyal kereta rel listrik (KRL) untuk kereta Jabodetabek, khususnya antara Bogor hingga Manggarai, Jakarta.
"Tercatat mulai dari Stasiun Bogor hingga Manggrai frekwensi petir terjadi sebanyak 320 kali dalam setahun," kata Kepala Hubungan Masyarakat PT KAI (Persero) Daop I, Mateta Rijalulhaq, Minggu.
Mateta menjelaskan, tidak dipungkiri bahwa gangguan sinyal KRL Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bakasi (Jabodetabek) tersebut masih menjadi kendala dalam pelayanan.
Sejumlah masyarakat yang menjadi penumpang kereta mengeluhkan gangguan sinyal tersebut menurunkan tingkat pelayanan kereta, karena sering tiba-tiba saja terhenti.
Namun, lanjut Mateta, gangguan sinyal umumnya terjadi karena faktor alam yang berasal dari sambaran petir.
Tingginya frekwensi petir, menurut dia, menghambat transmisi listrik ke pantrograf KRL, hingga kereta tidak bisa beroperasi.
Ia mengemukakan, gangguan petir tidak bisa dihindari karena terkait dengan sistem penyaluran listrik di kereta menggunakan listrik aliran atas yang terbuka bebas di udara.
"Ini risiko dari penggunaan listrik aliran atas, sehingga gangguan alam, seperti petir sulit untuk dihindari," katanya.
Mateta mengatakan, PT KAI terus berupaya untuk memperbaiki dan membenahi kendala tersebut dengan peningkatan prasarana.
Saat ini, ia mengemukakan, penangkal petir berbahan tembaga sudah dipasang di seluruh jaringan listrik sepanjang rel kereta Jabodetabek.
Hanya saja, dikatakannya, khusus wilayah Bogor hingga Manggarai tingginya frekwensi petir tidak dapat dibendung dengan penangkal listrik dari bahan tembaga.
"Saat ini PT KAI sedang berkonsultasi dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk menemukan alat pengurai petir ini. Dari hasil penelitian ITB, pengurai petir yang bagus itu dengan emas, buka tembaga," katanya.
Ia menyatakan, penggunaan emas sebagai alat pengurai petir di sepanjang aliran listrik KRL sangat riskan, mengingat keamanan alat pengurai tersebut dari aksi pencurian.
"Kita masih belum bisa menggunakan pengurai petir dari emas ini, karena yang dari tembaga saja bisa hilang, apalagi dari emas. Alat pengurai ini diletakkan terbuka begitu saja, artinya kita memberikan kesempatan kepada orang yang tidak bertanggungjawab untuk mengambilnya," katanya.
Antisipasi gangguan sinyal KRL, ditambahkannya, selain dari alat pengurai petir juga dengan menggunakan sistem listrik aliran bawah yang dimungkinkan minimnya risiko gangguan.
(T.KR-LR)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2013