Khartoum (ANTARA) - Warga Sudan harus menghadapi lebih banyak pertumpahan darah pada Senin setelah pihak yang berseteru saling menuduh atas pelanggaran gencatan senjata pada Minggu (30/4), ketika konflik mematikan terus membara tanpa terlihat mereda hingga pekan ketiga.
Ratusan orang tewas dan ribuan lainnya mengalami luka sejak perebutan kekuasaan antara tentara Sudan dan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) meletus menjadi konflik sejak 15 April.
Kekerasan telah mengguncang ibu kota Khartoum dan wilayah barat Darfur meskipun telah banyak janji untuk gencatan senjata
Pihak tentara bersama-sama RSF menggulingkan pemerintah sipil pada kudeta Oktober 2021.
Namun, saat ini mereka terjebak dalam perebutan kekuasaan yang menggagalkan transisi yang didukung internasional menuju demokrasi dan mengancam kestabilan bangsa yang rapuh itu.
Kedua pihak mengatakan kesepakatan gencatan senjata resmi yang akan berakhir pada tengah malam akan diperpanjang selama 72 jam lagi, sebuah langkah yang dikatakan RSF sebagai "tanggapan atas seruan internasional, regional dan lokal."
Baca juga: Paramiliter Sudan perpanjang jeda kemanusiaan selama 72 jam
Tentara mengatakan pihaknya berharap apa yang disebut "pemberontak" dapat mematuhi kesepakatan itu namun diyakini pihak lawan akan terus menyerang.
Setidaknya 528 orang tewas dan 4.599 terluka, menurut keterangan kementerian kesehatan. Perserikatan Bangsa-Bangsa telah melaporkan jumlah korban tewas yang sama, tetapi diyakini jumlah sebenarnya adalah lebih tinggi.
Pertempuran itu membuat Sudan menuju perang saudara, menggagalkan transisi yang didukung internasional yang bertujuan membangun pemerintah demokratis dan menyebabkan puluhan ribu warganya mengungsi ke negara tetangga.
Pemimpin tentara Jenderal Abdel Fattah al-Burhan mengatakan tidak akan duduk bersama dengan kepala RSF Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, yang juga dikenal dengan Hemedti, yang membalas dengan mengatakan ia hanya akan berbicara setelah tentara menghentikan permusuhan.
Di Khartoum, tentara telah bertempur dengan pasukan RSF yang bermarkas di kawasan pemukiman. Pertempuran sejauh ini melihat pasukan RSF yang tangkas menyebar di seluruh kota sementara tentara yang bersenjata lengkap mencoba menargetkan mereka dalam jumlah besar melalui serangan udara menggunakan drone dan pesawat tempur.
Konflik tersebut menyebabkan puluhan ribu orang menyelamatkan diri melewati perbatasan Sudan sehingga memberi sinyal bahwa negara itu dapat terpecah, membuat wilayah yang sudah bergejolak itu menjadi tidak stabil, serta mendorong pemerintah asing untuk segera mengevakuasi warga negara mereka.
Sumber: Reuters
Baca juga: Komite Internasional Palang Merah kirim 8 ton bantuan ke Sudan
Penerjemah: Yoanita Hastryka Djohan
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2023