Surabaya (ANTARA News) - Analis politik dari Surabaya, Basis Susilo MA, berpendapat kerusuhan di Timor Leste tak mungkin melibatkan Tentara Nasional Indonesia (TNI), karena hal itu akan memperburuk citra TNI. "Saya kira hal itu merupakan masa lalu, karena itu tak mungkin apa yang terjadi di Timor Leste mengandung unsur intervensi dari pemerintah Indonesia atau TNI," katanya kepada ANTARA di Surabaya, Senin pagi. Ia mengemukakan hal itu menanggapi tuduhan tentang kemungkinan RI atau TNI melakukan intervensi untuk memicu kerusuhan yang berkepanjangan sejak kasus pemecatan 595 dari sebanyak 1.400 prajurit di negeri itu pada akhir Maret lalu. Menurut dosen Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu, tuduhan itu tak mungkin dilakukan pemerintahan Xanana yang memiliki hubungan batin dengan Indoneia, kecuali Al-Katiri yang memang tak memiliki hubungan batin sama sekali. "Karena itu, saya kira Al-Katiri terdesak dengan situasi yang semakin memburuk, sehingga dia menuduh Indonesia seperti itu, padahal hal itu akibat pemecatan tentara yang kurang bijak dan ribuan warga Timor Leste Barat mendukung tentara," katanya. Oleh karena itu, kata dosen Hubungan Internasional di Fisip Unair Surabaya itu, kalangan Pemerintah Demokratik Timor Leste hendaknya bertindak cepat untuk memulihkan situasi dan tidak memperkeruh situasi dengan melontarkan tuduhan. "Yang jelas, apa yang terjadi di Timor Leste akan menjadi pelajaran berharga bagi propinsi lain bahwa keinginan merdeka itu tidak mudah, karena membutuhkan nasionalisme yang tertanam secara sadar," katanya. Apalagi, katanya, rakyat Timor Timur sesungguhnya tak ingin merdeka, melainkan otonomi khusus (Otsus) seperti keinginan Portugas, Indonesia, Timtim, dan PBB yang membahas masalah Timtim, namun gagasan otsus itu justru ditelikung sekelompok orang di Indonesia sendiri. "Akhirnya, keinginan merdeka itu tak terbendung dan setelah merdeka saat ini justru diliputi dengan kericuhan di dalam negeri, bahkan kericuhan yang terjadi saat ini tampaknya sulit diprediksi akan berakhir kapan," katanya. ANTARA mencatat kerusuhan yang dilakukan akibat pemecatan massal tentara itu berawal dari keluhan 595 tentara tentang diskriminasi yang mereka alami, kemudian gaji 595 tentara itu justru dihentikan dengan alasan disersi dan puncaknya mereka dipecat semua, sehingga pecahlah aksi unjukrasa sejak 24 Mei dan menimbulkan kerusuhan pada 28 Mei lalu. (*)
Copyright © ANTARA 2006