Jakarta (ANTARA) - Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) memastikan bahwa Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan disekap di perbatasan Thailand dan Myanmar adalah ilegal dan merupakan korban scamming online.
“Penempatan di Kamboja dan Myanmar langsung menjadi tren dalam kurun waktu dua tahun terakhir. Di sana mereka bekerja akibat scam online, judi, bahkan penipuan,” kata Kepala BP2MI Benny Ramdhani ketika ditemui ANTARA di Jakarta, Jumat.
Benny menyatakan bahwa baik Myanmar, Kamboja maupun Sudan bukanlah negara penempatan bagi PMI secara legal.
Berkaca dari kasus ini, setidaknya ada 25 pekerja migran yang disekap. Dari sejumlah pekerja itu, diketahui bahkan ada anak-anak muda berpendidikan yang sudah meraih gelar sarjana. Mereka diiming-iming mendapatkan gaji yang tinggi, meski nyatanya harus mengalami eksploitasi jam kerja, diancam hingga tidak diizinkan pulang.
Terkait koordinasi lebih lanjut dengan Kedutaan Besar RI di Myanmar, Benny menyatakan pihaknya akan terus berkomunikasi dengan negara terkait bersama Kementerian Luar Negeri guna memastikan apakah korban yang disandera telah tercatat di Command Center atau sistem data milik BP2MI.
“Sudah kita pastikan ilegal karena Myanmar bukan menjadi negara tujuan penempatan, tapi sekali lagi dalam penanganan negara, itu terkait dengan bagaimana negara mengevakuasi, mengamankan perwakilan kita, kemudian dipulangkan ke Indonesia,” ujarnya.
Adapun upaya yang sudah dilakukan BP2MI, Benny menjelaskan pihaknya sudah mengetahui siapa saja dalang dan jejaringnya beserta cara yang digunakan para oknum. Misalnya seperti kasus TPPO di Batam, Kepulauan Riau.
Dirinya mengaku sudah menyerahkan lima daftar nama pelaku kepada Menkopulhukam, Mahfud MD, untuk segera ditindaklanjuti. Hal ini merupakan wujud kehadiran negara untuk melindungi PMI dan menyatakan sikap tegas tidak akan bernegosiasi dengan para penjahat yang merugikan PMI sebagai pahlawan devisa negara.
“Pencegahannya gampang agar tidak terjadi penempatan ilegal pertama misalnya modus operandi mereka kita sudah paham pasti menggunakan visa turis, syarat umroh. Cara ini pasti akan digunakan sindikat karena memang tujuannya (menjebak korban) dengan one way ticket atau satu kali keberangkatan. Jika tidak dilakukan bangkrut bandar-bandar ini,” katanya.
Selain modus operandi, kini pemerintah sudah bisa menghafal lebih jelas pintu masuk beserta waktu keberangkatan internasional hingga pola dan jalur tikus yang digunakan para oknum di lapangan.
Namun setelah mengetahuinya, ia berharap negara dapat segera menindaklanjuti permasalahan ini agar PMI mendapatkan perlindungan maksimal dan bisa dipulangkan ke tempat asalnya dengan aman, tanpa memperdulikan cara keberangkatan yang sebelumnya dinilai ilegal.
“Kita sudah tahu sindikat ini siapa saja, mereka ini kelompok kecil mereka ini pintar tahu bisa menyogok siapa, bisa menyuap institusi mana, tapi tinggal penegakan hukumnya. Mudah-mudahan ada tindakan yang lebih nyata di mana negara benar-benar membuktikan dirinya tidak kalah melawan sindikat dan mafia,” kata dia.
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Maswandi
Copyright © ANTARA 2023