Yogyakarta (ANTARA News) - Kubah lava baru di puncak Gunung Merapi yang saat ini volumenya sekitar tiga juta meter kubik, kondisinya semakin mengkhawatirkan, karena apabila longsor dalam volume besar bisa menimbulkan awan panas yang besar pula.
Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta kini mencemaskan kubah lava baru itu, karena dengan pertumbuhannya yang sangat cepat, yakni 200.000 meter kubik per hari, sangat memungkinkan kestabilan kubah itu terganggu, sehingga mudah longsor, kata Kepala Seksi Gunung Merapi BPPTK Drs Subandriyo, Sabtu.
Dikatakannya, dengan status aktivitas yang masih tetap "awas", gunung ini menunjukkan sedikit peningkatan dengan luncuran-luncuran awan panasnya yang terus menerus, meski relatif pendek jarak luncurnya, namun secara kuantitas cukup banyak.
Awan panas maupun guguran lava pijar arah luncurannya masih mendominasi ke hulu Kali Krasak, Boyong dan Kali Gendol. Namun sejak Kamis (1/6) lalu, untuk pertama kali guguran lava mengarah ke barat, yaitu ke hulu Kali Sat, Senowo dan Bebeng.
Pengamatan visual Merapi (2.965 mdpl) yang dilakukan petugas di pos-pos pengamatan banyak terhalang kabut tebal hampir sepanjang malam hingga dini hari dan sampai Sabtu pagi.
Sebelumnya, pada Jumat pagi antara pukul 00.00-06.00 WIB terjadi 35 kali awan panas, 87 kali gempa guguran, enam kali gempa fase banyak (Multiphase/MP) dan dua kali gempa tektonik.
Luncuran awan panas mengarah ke hulu Kali Krasak dan Boyong dengan jarak luncur sekitar satu kilometer, sementara guguran lava pijar mencapai satu setengah sampai dua kilometer ke hulu Kali Karasak, Boyong dan Gendol.
"Awan panas juga teramati dari Pos Kaliurang sebanyak dua kali dengan jarak luncur satu kilometer serta guguran lava pijar terjadi 75 kali yang jarak luncurnya maksimum dua kilometer" kata Subandriyo. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006