Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan mendorong seluruh masyarakat untuk senantiasa menghargai dan memperjuangkan kebertahanan pluralisme atau kemajemukan di Tanah Air, terkait ancaman peneliti BRIN terhadap warga Muhammadiyah.
"Selain mendorong terus penghargaan atas kemajemukan, publik juga mesti memperjuangkan kebertahanan kemajemukan itu. Publik bukan hanya menerima pluralisme sebagai fakta sosio-antropologis bangsa, melainkan juga mempertahankan pluralisme itu agar tetap eksis," kata Halili, dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa.
komentar peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang (AP) Hasanuddin di media sosial Facebook yang mengancam warga Muhammadiyah atas perbedaan penetapan Idul Fitri 1444 Hijriah.
Dalam komentar yang viral itu, Hasanuddin meluapkan kemarahannya kepada Muhammadiyah atas penetapan 1 Syawal 1444 Hijriah pada 21 April 2023. Dia mengatakan organisasi masyarakat itu telah disusupi oleh Hizbut Tahrir dan mengancam akan membunuh warga Muhammadiyah.
"Saya tak segan-segan membungkam kalian Muhammadiyah yang masih egosentris. Udah disentil sama Pak Thomas, Pak Marufin, dkk, kok masih enggak mempan," tulis akun Facebook AP Hasanuddin.
Menurut Halili, pernyataan Hasanuddin bukan merupakan bentuk kebebasan berpendapat dan kebebasan bagi seorang peneliti. Ia menilai komentar tersebut justru menunjukkan penerimaan atas perbedaan dan kemajemukan yang begitu rapuh serta miskin perspektif.
"Alih-alih menjadi penyeru toleransi atas perbedaan, sejumlah pemikir justru melakukan perundungan terhadap kelompok yang berbeda," ucap dia.
Oleh karena itu, Halili mengajak publik untuk tetap menghargai sekaligus memperjuangkan kebertahanan pluralisme di Indonesia.
Ia juga menyampaikan bahwa Setara Institute mendesak Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo untuk merespons serta menyikapi secara cepat dan tepat peristiwa tersebut, termasuk merespons secara presisi sejumlah laporan yang dilayangkan oleh beberapa pihak.
Halili berpandangan apabila tindakan seperti yang dilakukan oleh Hasanuddin itu dibiarkan, hal tersebut berpotensi mendorong terjadinya normalisasi kebencian dan normalisasi pluralisme represif.
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2023