Jakarta (ANTARA) - Malaria disebabkan parasit bersel tunggal dari genus plasmodium yang ditularkan ke manusia paling sering melalui gigitan nyamuk Anopheles.

Tak hanya dari gigitan nyamuk, menurut Mayo Clinic, karena parasit yang menyebabkan malaria mempengaruhi sel darah merah, orang juga dapat tertular malaria dari paparan darah yang terinfeksi, termasuk dari ibu ke anak yang belum lahir, melalui transfusi darah dan berbagi jarum yang digunakan untuk menyuntikkan narkoba.

Gejala malaria meliputi demam, panas dingin, sakit kepala, mual dan muntah, diare, sakit perut, nyeri otot atau sendi, kelelahan, pernapasan cepat, detak jantung cepat dan batuk. Beberapa orang yang menderita malaria mengalami siklus serangan malaria yang biasanya dimulai dengan menggigil diikuti demam tinggi, berkeringat dan kembali ke suhu normal.

Tanda dan gejala malaria biasanya dimulai dalam beberapa minggu setelah digigit oleh nyamuk yang terinfeksi. Namun, beberapa jenis parasit malaria dapat tertidur di tubuh hingga satu tahun.

Baca juga: Pakar kesehatan minta pengembangan investasi dan inovasi atasi malaria

Faktor risiko terbesar seseorang mengembangkan malaria adalah tinggal atau mengunjungi daerah penyakit itu biasa terjadi, yakni wilayah tropis dan subtropis di Sub-Sahara Afrika, Asia Selatan dan Tenggara, Kepulauan Pasifik serta Amerika Tengah dan Amerika Selatan bagian utara.

Anak kecil, bayi, orang lanjut usia, wisatawan yang datang dari daerah tanpa malaria dan wanita hamil termasuk yang berisiko tinggi terkena penyakit serius itu.

Malaria bisa berakibat fatal, terutama bila disebabkan oleh spesies plasmodium yang umum di Afrika. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan sekitar 94 persen dari semua kematian akibat malaria terjadi di Afrika, paling sering pada anak di bawah usia lima tahun.

Kematian akibat malaria biasanya berhubungan dengan satu atau lebih komplikasi serius, termasuk malaria otak. Jika sel darah yang dipenuhi parasit memblokir pembuluh darah kecil ke otak (malaria serebral), pembengkakan otak atau kerusakan otak dapat terjadi. Malaria serebral dapat menyebabkan kejang dan koma.

Komplikasi lainnya yakni masalah pernapasan akibat cairan yang terkumpul di paru-paru (edema paru) dapat membuat pasien sulit bernapas, lalu kegagalan organ karena malaria dapat merusak ginjal atau hati atau menyebabkan limpa pecah.

Selain itu, anemia juga bisa terjadi karena malaria dapat mengakibatkan pasien tidak memiliki cukup sel darah merah untuk pasokan oksigen yang cukup ke jaringan tubuh.

Gula darah rendah pun dapat menjadi salah satu komplikasi malaria. Kondisi malaria yang parah dapat menyebabkan gula darah rendah (hipoglikemia).

Gula darah yang sangat rendah dapat menyebabkan koma atau kematian.

Baca juga: Waspada nyamuk malaria, ini ciri-cirinya

Malaria dapat kambuh. Beberapa varietas parasit malaria, yang biasanya menyebabkan bentuk penyakit yang lebih ringan, dapat bertahan selama bertahun-tahun dan menyebabkan kekambuhan.

Kemudian mengenai pencegahan, orang-orang yang tinggal atau sedang bepergian ke daerah yang malaria sering terjadi, disarankan mengambil langkah-langkah untuk menghindari gigitan nyamuk.

Nyamuk paling aktif antara senja dan fajar dan untuk melindungi diri dari gigitan nyamuk, seseorang bisa menutupi kulit mereka misalnya dengan kemeja atau baju lengan panjang, celana panjang dan menyelipkan kemeja serta celana ke kaus kaki, mengoleskan obat nyamuk ke kulit dan memasang kelambu pada tempat tidur.

Kemudian, apabila akan bepergian ke lokasi di mana malaria umum terjadi, sebaiknya bicarakan dengan dokter beberapa bulan sebelumnya tentang apakah harus atau tidaknya minum obat sebelum, selama, dan setelah perjalanan untuk membantu melindungi diri dari parasit malaria.

"3i" untuk tanggulangi malaria

Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI Prof. Tjandra Yoga Aditama, bertepatan dengan peringatan Hari Malaria Sedunia pada 25 April, mengingatkan program "3i" yakni investasi, inovasi dan implementasi guna menanggulangi malaria di Indonesia maupun di negara-negara lainnya.

Dia, melalui pesan elektroniknya, Selasa, menjabarkan terkait investasi, data dunia menunjukkan kesenjangan yang terus meningkat antara dana yang tersedia dan yang dibutuhkan.

World Malaria Report pada Desember 2022 misalnya, yang menyebutkan dana setahun yang dibutuhkan dunia adalah 7,3 miliar dolar Amerika Serikat atau setara Rp109 triliun, sementara dana yang tersedia baru sekitar 3,5 miliar dolar AS atau setara Rp52 triliun.

"Jadi ada kesenjangan 3,8 miliar dolar AS, ini meningkat dibandingkan kesenjangan tahun 2019 sebesar 2,6 miliar dolar AS dan di tahun 2020 sebesar 3,5 miliar dolar AS," kata Tjandra.

Kemudian, tentang inovasi, saat ini peneliti mengembangkan alat diagnosis baru untuk dapat mengatasi delesi gen HRP2 dan HRP3 serta diagnosis melalui saliva dan urine.

Menurut Tjandra, penelitian vaksin malaria juga berkembang dan salah satu yang cukup menjanjikan yakni R21, yang merupakan jenis vaksin S.

Baca juga: Nigeria terbitkan izin untuk vaksin malaria R21 buatan Oxford

Selain itu, berbagai obat malaria baru juga terus diteliti, termasuk yang sifatnya “non-ACT” dan juga “triple ACTs”.

"Untuk pengendalian vektor maka ada sekitar 28 produk yang sedang diteliti," tutur Tjandra.

Tjandra mengatakan selain investasi dan inovasi, diperlukan implementasi. Dia berharap agar Indonesia juga dapat mengatasi kesenjangan investasi anggaran untuk malaria, berpartisipasi dalam perkembangan ilmu dalam inovasi penanggulangan malaria dan melakukan implementasi di lapangan agar malaria dapat dikendalikan.

World Malaria Report yang diterbitkan pada Desember 2022 menunjukkan malaria membunuh sekitar 619.000 orang di dunia pada tahun 2021 dan 625.000 orang pada tahun sebelumnya. Tercatat sebanyak 247 juta kasus baru malaria pada tahun 2021 atau naik dari tahun 2020 yaitu 245 juta.

Untuk Indonesia, data dari laman WHO Indonesia memperkirakan sebanyak 1.412 kematian akibat malaria pada 2021 dan 811.636 kasus malaria baru pada tahun yang sama. Sebanyak 89 persen dari kasus malaria di Indonesia terjadi di Papua.

Baca juga: Ini cara kenali perbedaan DBD, tifus dan malaria

Baca juga: Minimalisir kontak nyamuk saat mudik cegah penularan malaria

Baca juga: Insentif Rp2 miliar disiapkan bagi kader malaria di Kabupaten Jayapura

Penerjemah: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2023