Jembatan ini dirancang tahan badai, bahkan masih aman jika sampai berayun hingga satu meter ke samping,Banjarmasin (ANTARA) -
Jembatan layang terpanjang di Tanah Borneo yang membentang di atas Sungai Barito tersebut tetap menjadi ikon di Provinsi Kalimantan Selatan hingga kini.
Jembatan Barito menghubungkan jalan Trans Kalimantan antara Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, berada di wilayah Kabupaten Barito Kuala, Kalsel.
Jembatan Barito memiliki panjang 1.083 meter, itu sempat menjadi jembatan layang terpanjang di Indonesia dan tercatat dalam rekor Muri.
Setelah sekitar 9 tahun menyandang rekor itu, baru dipecahkan Jembatan Pasopati, Bandung, yang memiliki panjang 2.800 meter dan diresmikan pada tahun 2005.
Ada pula Jembatan Tengku Agung Sultanah Latifah atau lebih dikenal Jembatan Siak sepanjang 1.196 meter di Kepulauan Riau yang diresmikan pada 11 Agustus 2007.
Selanjutnya yang tidak bisa disaingi lagi adalah Jembatan Suramadu, Jawa Timur, yang menghubungkan ke Pulau Madura dengan panjang 5.438 meter, diresmikan pada 10 Juni 2009.
Meskipun sudah kalah panjang, Jembatan Barito yang menjadi akses utama transportasi darat antara Kalimantan Selatan-Kalimantan Tengah tersebut tetap menjadi sejarah yang pertama kali di negeri ini sebuah proyek maha-besar jembatan gantung.
Mantan Asisten Pimpro Bidang Operasi Lapangan Pembangunan Jembatan Barito, Ir. H. Nurul Fajar Desira Ces menceritakan Jembatan Barito dibangun selama sekitar 5 tahun atau dari tahun 1993 hingga 1997 pada masa pemerintahan Orde Baru.
Megaproyek ini dikerjakan sekitar 700 orang dan patut disyukuri bahwa dalam rentang waktu pengerjaan itu tidak terjadi kecelakaan kerja yang menimbulkan korban jiwa.
“Yang ada cuma kecelakaan kerja ringan kala itu, tidak sampai memakan korban jiwa, padahal itu kan proyek besar,” ujarnya.
Pembangunan jembatan ini dikerjakan hampir semua orang Indonesia, hanya ada satu konsultan perencanaan proyek dari Australia.
Sebab, dana pembangunan Jembatan Barito ini tidak hanya bersumber dari APBN, tapi juga ada bantuan dari pihak luar negeri, yakni, Australia.
“Untuk konstruksi bagian atas jembatan, seperti kabel baja dan rangka baja, juga tower itu bantuan Australia. Bagian konstruksi bawah seperti pembangunan pondasi dan operasionalnya dana dari APBN,” terang Fajar.
Total dana APBN yang dikucurkan kala itu sebesar Rp150 miliar. “Ini waktu zaman negara kita belum mengalami krisis, lho,” ungkapnya.
Jembatan Barito merupakan jembatan gantung setinggi 15 meter dari permukaan air. Ada empat tiang tower setinggi 33 meter sebagai penyangga kabel baja dan rangka baja bawah.
Adapun kedalaman pondasi tiang tower masing-masing sekitar 60 meter ke dalam perut bumi. Masing-masing antara tiang tower berjarak 240 meter. Ada empat tiang tower.
“Jembatan ini dirancang tahan badai, bahkan masih aman jika sampai berayun hingga satu meter ke samping,” ujarnya.
Momen peresmian Jembatan Barito pada 24 April 1997 oleh Presiden RI Ke-2 Soeharto masih diingat dua wartawan senior di Provinsi Kalimantan Selatan, yakni, H. Almin Hatta (mantan Pimpinan Redaksi Media Kalimantan dan wartawan Tempo kala itu), satunya lagi H. Hasan Zainuddin (wartawan senior LKBN ANTARA).
Dari ribuan orang yang hadir untuk menyaksikan momen bersejarah kemegahan Jembatan Barito, sosok yang menarik perhatian keduanya untuk diceritakan adalah hadirnya ulama kharismatik Kalsel K.H. Muhammad Zaini bin Abdul Gani atau lebih dikenal Guru Sakumpul Martapura.
Sebab, ungkap Almin Hatta, Guru Sakumpul-- yang wafat pada 10 Agustus 2005 dan peringatan haulnya dihadiri jutaan umat itu-- dimohon memberikan doa pada peresmian yang dihadiri Presiden Soeharto itu.
"Beliau (Guru Sakumpul) pendek saja doanya. Moga jembatan ini bisa bermanfaat bagi umat, habis begitu saja doanya," ungkap Almin Hatta.
Adapun Hasan Zainuddin mengungkapkan momen peresmian itu yang dianggapnya menarik adalah pertemuan antara Presiden Soeharto yang memimpin negeri ini hingga 32 tahun dengan Guru Sakumpul yang saat itu sebagai ulama paling dihormati di Kalsel.
"Saya masih ingat betul saat habis peresmian kala itu, Presiden Soeharto sudah menuju helikopternya, saat mau naik, beliau diberi tahu bahwa ada Guru Sakumpul, kontan dia (Soeharto) tak jadi naik dan kembali untuk menghampiri Guru Sakumpul, menyalami dan memeluknya. Sesaat berbincang dengan Guru Sakumpul, baru dia kembali ke helikopternya. Padahal saat itu Guru Sakumpul cuma diam. Tapi kharismanya memang luar biasa, sampai Presiden Soeharto benar-benar hormat,” ujar Hasan Zainuddin.
Setelah diresmikan pada 24 April 1997, Jembatan Barito menarik hampir semua masyarakat Kalsel untuk melihatnya, mengagumi kemegahan dan keindahannya sehingga banyak yang berwisata ke lokasi itu.
Namun, ternyata tidak semua orang yang datang niatnya untuk berwisata melihat keindahan dan kemegahan jembatan itu. Rupanya ada tangan jahil yang hampir membahayakan kekuatan konstruksi jembatan itu.
Diungkapkan Mantan Asisten Pimpro Bidang Oprasi Lapangan Pembangunan Jembatan Barito, Fajar Desira Ces, sehari setelah diresmikan, ada salah baut jembatan di posisi vital yang dicuri.
“Untung cepat diketahui dan diganti. Ada anggapan di kalangan tertentu kala itu bahwa baut yang dicuri itu bertuah karena bisa mendatangkan Presiden Soeharto,” ungkapnya tertawa.
Kejadian lainnya, kata Fajar, Jembatan Barito mulai memakan korban sehari setelah diresmikan, yakni, salah seorang pengendara sepeda motor tewas kecelakaan di atas jembatan.
“Ini juga cukup aneh, padahal saat membangun jembatan ini selama kurang lebih 5 tahun lamanya, satu pun pekerja yang jumlahnya sekitar 700 orang, tidak ada yang tewas dalam kecelakaan kerja,” paparnya.
Fajar merasa bangga sudah terlibat dalam sejarah pembangunan jembatan itu hingga tetap berdiri megah dan sebagai ikon Kalsel sampai saat ini.
Menurutnya, banyak yang berjasa terwujudnya jembatan yang sangat bermanfaat bagi peningkatan perekonomian masyarakat Kalsel dan provinsi lainnya.
"Karena itu, wajib kita jaga bersama jembatan ini, karena untuk kepentingan bersama juga," ujarnya.
Kondisi Jembatan Barito saat ini tetap berdiri megah dan gagah untuk menopang arus lalulintas di atasnya yang cukup padat.
Kondisinya kalah indah, jika dilihat malam hari, dari Jembatan Sai Alalak di Banjarmasin yang diresmikan Presiden RI Joko Widodo pada 21 Desember 2021.
Jembatan Barito saat ini sepertinya minim penerangan, bahkan hampir tidak terlihat tower megah pada malam hari, demikian juga kondisi jalannya yang terasakan ada sedikit terguncang saat kendaraan melalui lubang sambungan jalan jembatan itu.
Belum lagi kalau dilihat di sekitar jembatan itu, hampir tidak terawat lagi, padahal dulu ada objek wisata bagi masyarakat yang berkunjung agar tidak nongkrong di atas jembatan.
Objek wisata di Jembatan Barito seakan sudah mulai redup. Perlu langkah pemerintah, khususnya pemerintah daerah, untuk mengembalikan kejayaan pariwisata di sana.
Sebab, potensi pariwisata di wilayah Jembatan Barito sangat besar, tidak hanya kemegahan jembatan, namun juga Sungai Barito yang begitu luas dan ada pulau di tengahnya.
Salah satunya Pulau Bakut, pulau yang kini jadi konservasi kera hidung panjang khas wilayah Kalsel, yakni Bekantan.
Potensi itu perlu digali, sebab objek wisata di wilayah Jembatan Barito tidak terlalu jauh dari Kota Banjarmasin, pusat kota di Kalsel atau sekitar 20 menit perjalanan darat.
Jika di wilayah Jembatan Barito itu dibangun perhotelan hingga restoran yang menghadap sungai atau restoran apung, transportasi sungai yang bagus dan aman, pasti akan menarik wisatawan hingga manca negara.
Editor: Achmad Zaenal M
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023