"Hikmah Idul Fitri mengajarkan untuk empati, tenggang rasa dan mementingkan kepentingan bangsa yang lebih besar," kata Arif Satria dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.
Menurutnya, imbauan ini penting disampaikan pada perayaan Idul Fitri tahun ini menjelang perhelatan politik pada tahun 2024. ICMI mengharapkan tokoh-tokoh bangsa mengedepankan gagasan untuk kemajuan Indonesia.
Tokoh-tokoh bangsa harus memberikan inspirasi bagi seluruh masyarakat untuk bersama-sama membangun bangsa.
Arif juga mendorong tokoh bangsa untuk memberikan keteladanan bagi rakyat.
"Tokoh bangsa harus menghindari debat kusir yang tak berujung, yang tak memberikan manfaat bagi bangsa," kata Profesor Arif Satria yang juga Rektor IPB University.
Dia menjelaskan kerangka etik untuk perubahan sosial, yaitu komitmen untuk terus menghasilkan legacy atau karya-karya nyata yang berdampak pada peningkatan kemaslahatan dan kemajuan.
Komitmen dan tekad kuat inilah, sambung Arif, yang oleh Ibnu Taimiyah dianggap sebagai iradah yang merupakan pendorong aktivitas manusia.
Kedua, orientasi kebaruan dan future practice. Menurut Arif, di tengah kompetisi global seperti sekarang ini maka legacy yang baik adalah yang antisipatif terhadap masa depan sehingga setiap orang harus hadir dengan karya-karya yang membuat kita punya mentalitas sebagai pencipta.
Ketiga, kerja keras dan berkualitas. Untuk menciptakan legacy yang membawa manfaat dan dampak besar diperlukan kerja keras dan berkualitas.
Keempat, pola pikir baru seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang tela diusahakannya” (QS An-Najm: 39). "Surat ini menjadi motivasi untuk terus mengusahakan apa yang menjadi visi, mimpi, dan cita-cita," tambahnya.
Pewarta: Feru Lantara
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2023