Jakarta (ANTARA News) - Kinerja industri pakaian jadi (garmen) nasional diperkirakan rata-rata turun sekitar 40 persen pada kuartal pertama 2006 menyusul lesunya ekonomi di dalam negeri dan turunnya daya beli. "Sekarang orang tidak lagi mendahulukan beli baju, yang penting makan, sehingga produksi garmen juga turun," kata Ketua Umum Asosiasi Produsen Garmen Indonesia (APGI) Natsir Mansur kepada ANTARA News di Jakarta, Jumat. Apalagi, lanjut dia, saat ini pakaian jadi di dalam negeri lebih banyak beredar produk-produk impor dengan harga murah yang sulit disaingi produsen dalam negeri. "Coba lihat di mall dan pusat perbelanjaan lain yang ada di kota-kota besar, misalnya, kebanyakan banyak barang impor yang harganya murah dan tidak masuk akal," ujar Natsir. Ia mengatakan hal itu terjadi, karena banyaknya garmen yang masuk secara illegal terutama dari negara yang mengalami empat musim, karena setiap musim berganti mereka akan ganti model pakaian. "Garmen impor akan semakin marak masuk ke Indonesia terutama ketika negara-negara empat musim itu akan memasuki musim dingin, karena pada saat itu mereka menjual murah pakaian-pakaian musim panas, yang kalaupun dikenakan bea masuk (BM) di sini akan tetap lebih murah," ujar Natsir. Oleh karena itu, katanya, di berbagai mall dan pusat perbelanjaan lebih banyak menjual pakaian impor, bahkan yang bermerek sekalipun, dengan harga murah yang sulit disaingi produk garmen dalam negeri. Sedangkan ekspor, industri garmen nasional harus menghadapi persaingan yang ketat dari Cina jika masuk ke pasar garmen massal. "Paling yang bisa bersaing kuat adalah pakaian denim," katanya. Sementara untuk produk "handmade" dan "fashion" produksi Indonesia tidak terlalu banyak dan pasarnya pun terbatas. "Timur Tengah yang katanya negara tujuan ekspor baru untuk garmen juga sulit. Orang kaya di sana lebih menyukai baju-baju bermerek internasional dibandingkan garmen `handmade` kita," kata Natsir. Ia memperkirakan jumlah industri garmen di Indonesia juga turun, namun ia tidak bisa menyebut angka terakhir jumlah industri garmen saat ini. Berdasarkan data APGI jumlah industri garmen pada tahun 2001 mencapai 860 perusahaan, dan turun menjadi 849 perusahaan pada 2002, kemudian menjadi 855 perusahaan pada 2003 dengan total tenaga kerja mencapai sekitar 352 ribu orang. Garmen merupakan penyumbang ekspor terbesar di antara komoditas tekstil dan produk tekstil (TPT). Pada 2003 ekspor garmen mencapai 3,9 miliar dolar AS atau sekitar 56 persen dari total ekspor TPT sebesar 7,033 miliar dolar AS.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006